Magetan – Pariwisata tak bisa berdiri sendiri. Seni dan budaya menjadi faktor penting menjadikan pariwisata sustainable.
Prinsip ini juga dipegang Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Magetan untuk mengembangkan pariwisata di Magetan.
“Kita ingin seperti Bali atau Yogyakarta, misalnya. Pariwisata yang juga menyuguhkan budaya dan kearifan lokal. Model pariwisata seperti awet, tak tergantung pada musim liburan,” kata Kepala Disparbud, Joko Trihono, Jumat (16/6/2023).
Disparbud kemudian memfasilitasi lahirnya kreasi tari Sang Dharmawangsa. Menurut Joko, seni dan budaya yang dikenalkan lewat tari akan menjadi daya tarik wisata selain keindahan alam.
“Tarian ini untuk mengenalkan Magetan yang memiliki keterkaitan dengan peninggalan sejarah Mataram Kuno. Dalam catatan sejarah Mataram kuno itu bergeser ke timurnya Gunung Lawu, di salah satu tempat yang namanya Wotan, di Desa Blaran, Kecamatan Barat Magetan. Namanya, Dharmawangsa Teguh,” jelas Joko soal tarian Sang Dhramwangsa.
Tari Sang Dharmawangsa, ditampilkan dalam pagelaran Seni Budaya, Pameran Produk Unggulan dan Ekonomi Kreatif Kabupaten Magetan, di Anjungan Jawa Timur, Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta, Mei lalu.
“Antusias masyarakat sangat luar biasa sekali,”ujarnya.
Selain Tari Sang Dharmawangsa”, pada 2022 lalu, Disparbud juga menghasilkan karya tari, yakni Jalak Lawu. Tari Jalak Lawu kemudian disahkan menjadi tarian Khas Kabupaten Magetan.
“Tari Jalak Lawu ini menggambarkan sebuah perjalanan Prabu Brawijaya ke Gunung Lawu yang di kawal oleh Wongso Menggolo. Konon, Wongso Menggolo yang menjelma menjadi Jalak Lawu itu diperintah Prabu Brawijaya untuk jadi petunjuk jalan para pendaki Gunung Lawu yang berniat baik,” ceritanya.
Joko optimistis branding seni budaya tentang sejarah itu akan mengangkat pariwisata di Magetan. Seperti dua sisi mata uang, berbeda tapi satu kesatuan. (far/mk)