Kamis, 13 Februari 2025

Belajar ‘Ramah Anak’ dari Ammar

Ammar Syahmi, anak yang spesial. Spesial yang pertama, lahir 25 Desember. Sebagian pendapat umum menyatakan tanggal itu sama dengan hari kelahiran Nabi Isa Alaihissalam.

Tapi, tak seperti nabi Isa yang bisa bicara saat bayi. Ammar justru mengalami speech delay. Dia belum juga lancar bicara hingga usia 3 tahun.

Ammar sejak kecil diasuh oleh Uwak (Budhe dan Pakdhe dalam Sunda), serta dua anak uwaknya yang duduk di bangku kuliah. Ammar sangat disayang sehingga tumbuh menjadi pribadi penyayang, kalau tak mau bilang lembut.

Suatu ketika, saat bersekolah di TK, Ammar didorong temannya hingga jatuh. Sedikit luka. Besok hari, ketika teman yang melukainya kehabisan bekal minum, Ammar menuangkan air minum dari botolnya. Ammar memberikan bekal air minumnya kepada teman sekolah yang mendorong dia hingga jatuh.

Itu spesial yang kedua, Ammar anak baik.

Yang ketiga, Ammar anak yang pintar. Dia sering kali berbicara dengan mencampur Bahasa Inggris. Tidak ada yang mengajarinya. Dia dapat bahasa asing itu dari menonton Youtube. Dia juga tahu, Eifel ada di Perancis, Patung Liberty yang sering dipakai berpose kalau dia difoto itu, ada di Amerika. Dia kenal beberapa negara dan tahu persis benderanya seperti apa.

Dia hafal Pancasila, simbolnya, dan bisa menuliskannya. Tiap malam sebelum tidur dia baca Al Fatihah, Al Iklhas, dan An Nas. Surat-surat pendek yang dia hafal dalam satu dua hari.

Ammar juga jago menggambar. Imajinasinya kuat dan dituangkan dalam kertas gambar.

Spesial berikutnya, Ammar lemah untuk urusan fisik. Guru-guru di TK pernah akan mengikutkan Ammar untuk lomba lari, namun larinya tak seperti anak laki-laki kecil yang kencang. Kaki Ammar tak sempurna sehingga tak bisa lari sekencang pada umumnya.

Ammar juga kadang tak memperhatikan, jika diberitahu sesuatu. Tapi, semua direkam sangat kuat. Dia sering diajak mengunjungi dua anak uwaknya yang kuliah di Solo. Dia hafal semua hotel tempatnya menginap ketika di Solo.

Karena Ammar spesial, uwaknya menyekolahkan di SD Islam setelah lulus TK. Sekolah yang dianggap Uwaknya bagus bagi Ammar yang spesial.

Hari pertamanya masuk, 17 Juli 2023 lalu. Ammar tak ikut pelajaran terakhir ketika semua siswa kelas 1 dikumpulkan dalam satu ruangan, 1A-1C.

Tidak ada absensi ketika dikumpulkan, sehingga keberadaan Ammar yang tak ikut kelas, tak diketahui. Padahal cara absensi cukup mudah. Kalau tak hafal satu persatu, bisa berhitung untuk mengetahui jumlah siswa genap atau tidak.

Sampai jam pulang guru baru menyadari Ammar tidak ada di kelas. Uwak perempuan Ammar menangis, takut kalau anaknya kenapa-kenapa. Terkunci di kamar mandi. Jatuh karena sekolahnya bertingkat.

Ammar muncul setelah mendengar suara bapaknya memanggil. Ammar mungkin lupa kalau dia sudah SD. Dia bermain di tempat mainan TK sekolah tersebut.

Seminggu kemudian, masih masa MPLS, Ammar pulang dijemput Bapaknya. Pipi berdarah. Dicakar temannya.

Wali kelasnya tak tahu. Kejadian berlangsung saat pergantian pelajaran. Saat dijemput pulang itu, bapaknya menemui wali kelas. Untuk memberitahukan kalau Ammar berdarah di sekolah.

Dua guru lain yang bukan wali kelas, ikut nimbrung.

Apa jawaban yang diberikan para guru itu? Tak pada substansi soal kekerasan yang menimpa Ammar.

Jawabannya, pertama, Ammar di kelas tak bisa diam. Sering jalan di dalam kelas.

Jawaban yang mengesankan, Ammar berdarah dicakar temannya karena kelakukannya. Bukankah, belum tentu begitu, karena kejadian cakaran yang diterima Ammar belum diinvestigasi. Tapi, jawaban seolah Ammar salah.

Guru lain yang masih muda, menanggapi dengan bercerita ada sebuah kejadian anak terjatuh hingga telinganya hampir putus. Anak itu dibawa pihak sekolah ke UGD.

Jawaban ini malah tak sama konteksnya. Bahkan seperti menganggap luka Ammar karena cakaran itu tak seberapa dengan yang dialami anak yang telinganya hampir putus.

Sesungguhnya, orang tua yang tiba-tiba melihat anaknya pulang sekolah dan berdarah, hanya butuh jawaban yang berempati. Jawaban yang membuktikkan sekolah berkomitmen keras agar tak ada kekerasan fisik dan verbal di sekolah, sebagai perwujudan sekolah ramah anak. Meskipun, orang tua itu merasakan ‘sakit’ yang sama dengan anaknya.

Cukup dengan jawaban, sekolah akan memastikan kejadian yang membuat Ammar berdarah tak terjadi lagi di sekolah. Cukup itu, orang tua bahkan tak memerlukan permintaan maaf.

Bukan jawaban yang menyalahkan anaknya, dan menganggap kejadian biasa saja karena ada kejadian yang lebih luar biasa, sampai telinga hampir putus.

Bukan jawaban yang enteng, ketika Ammar sedang menahan perihnya luka di pipi.

“Sakit tau,” kata Ammar saat sampai di rumah.

Ammar pindah ke sekolah lain, karena jawaban guru yang tak menunjukkan komitmennya terkait kekerasan terhadap anak. Tak berempati pada perihnya luka yang dialami Ammar.

Ammar dipindah agar tak ada trauma yang membekas seperti luka di pipinya yang hingga hari ketiga ini masih ada bekasnya.

Dan, ini spesial (Ammar) yang entah sudah keberapa. *

*Ditulis oleh Fariansyah, bapaknya Ammar.

Pada 30 Juli 2023, seminggu setelah Hari Anak Nasional. Agar belajar dari kasus Ammar untuk menyayangi anak dengan sepenuhnya, untuk berkomitmen menghapus kekerasan pada anak. Terima kasih, kepada salah satu wali murid yang memberikan dukungan pada Ammar dengan mengirim video anaknya yang sedang bermain bersama Ammar. I Love you, Ammar!

Berita Terkait

Hot this week

Berita Terbaru

Advertisementspot_img
- Advertisement -

Popular Categories