Magetan – Acara yang sangat langka itu terjadi di Magetan. Festival Sastra.
Perpustakaan Dbuku yang bekerja sama dengan Badan Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi RI menggelar Festival Sastra Iman Budhi Santosa (IBS).
Puncaknya, Minggu (3/12/2023) di halaman Perpustakaan Dbuku Jl. Kenongo Magetan, karya Iman Budhi Santosa buku berjudul Magetan: Bumi Kelahiran diluncurkan dan dibedah tiga narasumber, Pegiat Sastra Yogyakarta, Latief S. Nugraha dan Cak Kandar, serta Pegiat Literasi, Suprawoto.
Menandai peluncuran buku, Anggota DPRD Jawa Timur, yang juga pemilik Perpustakaan Dbuku, Diana Sasa menyerahkan buku Magetan: Bumi Kelahiran ke anak bungsu IBS Ratnasari Devi dan cucunya, Sasi.
Buku juga diberikan sebagai koleksi perpustakaan Magetan ke Kepala Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Magetan, Suhardi.
Acara bedah buku itu seperti benar-benar “menghadirkan” Iman Budhi Santoso di Magetan.
“Buku ini lahir bermula ketika saya minta beliau untuk menulis tentang kampung halaman. Waktu itu pas ultah ke-72 tahun 2020. Bulan Maretnya, beliau bilang gak usah dipaksakan. Karena naskahnya memang belum benar-benar selesai, hingga akhir hayatnya,” cerita Latief yang dianggap sebagai “murid” generasi terakhir IBS.
Buku Magetan: Bumi Kelahiran ini, kata Latief, IBS pulang kampung.
Iman Budhi Santosa, lahir di Mageten, 28 Maret 1948. Sejak muda Iman berkecimpung di dunia sastra dengan bergabung di Persada Studi Klub (PSK) Yogyakarta yang digawangi penyair kenamaan Umbu Landu Paranggi. Bakat kepenyairan dan sastra Iman semakin terasah. Dia berteman akrab dengan Linus Suryadi Ag, Emha Ainun Nadjib, Ragil Surwarna Pragolapati, Korrie Layun Rampan dan lain-lain.
Iman tutup usia pada 10 Desember 2020.
“Saya bertemu IBS pada sekitar 2012. Membangun Majalah Sabana. IBS mengajari kita menjadi pribadi yang kuat dan gigih. Dia mengajari sastra dengan diskusi dengan pertanyaan,” kata Sukandar yang akrab disapa Cak Kandar.
Pembedah lain, Suprawoto mengatakan IBS menulis peristiwa dengan indah dalam bukunya. Buku Iman, Magetan: Bumi Kelahiran, mengajarkan tentang ritme kehidupan, dan kearifan lokal.
“Dari buku itu, saya yakin kakeknya memberikan petuah dengan bercerita biasa. Tapi, ditulis sangat indah sama Mas Iman. Kita diajari soal imul titen, berpikir rasional, dan kearifan lokal,” kata Bupati Magetan 2018-2023 itu.
Menurut Suprawoto, kata-kata lisan itu akan terbang, tetapi tulisan menetap.
“Seperti saat ini, kita sedang membicarakan Mas Iman. Sugeng Rawuh di Magetan.” (far/mk)