Magetan – Magetan yang secara demografis merupakan daerah perbatasan dan pegunungan, acap kali menjadi tempat “berlindung” para teroris.
Di Magetan, ada 14 napiter (narapidana terorisme), 21 eks napiter, dan 19 deportan ISIS.
Upaya menangkal radikalisme dan terorisme kemudian terus didengungkan agar menjadi kewaspadaan. Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) menjadi leader upaya ini dengan sosialisasi.
Bakesbangpol membuat acara sosialisasi Bahaya Radikalisme dan Terorisme dengan menghadirkan narasumber dari Kementerian Agama (Kemenag) Magetan, Polres Magetan, dan mantan narapidana terorisme, Rabu (14/12/2022). Sosialisasi dilakukan kepada tokoh masyarakat, ormas, kelompok pemuda, dan pelajar.
“Tak ada ajaran agama yang mengajarkan tindakan ekstrem. Tidak boleh ekstrem apalagi mengatasnamakan agama. Semua agama itu harus dianggap mulia karena milik Tuhan,” kata Kepala Tata Usaha Kemenag Magetan, Ustaz Khoirudin.
Khoirudin menjelaskan komitmen kebangsaan NKRI harga itu memberi makna cinta tanah air sebagai bagian dari keimanan.
“Kalau yang diserang, dibom tanah airnya sendiri ya imannya tipis berarti, karena semakin kuat iman, semakin cinta pada NKRI,” tambahnya.
Kasat Intelkam Polres Magetan, Iptu Samiaji mengajak ormas NU, Muhammadiyah dan Forum Kerukunan antar Umat Beragama untuk menjadi benteng melawan intoleransi, radikalisme, dan terorisme.
“NU, Muhammadiyah, FKUB andalan saya untuk soal-soal intoleransi,” katanya.
Polres Magetan dan instansi lain seperti Bakesbangpol Magetan, kata Samiaji, rutin membina eks napiter, keluarga, dan warga yang terdampak terorisme dengan dengan berbagai program.
“Bahkan kami melibatkan mereka untuk kegiatan pengamanan gereja misalnya. Kita harus tetap menghargai, memanusiakan mereka yang terpapar terorisme sebagai upaya untuk deradikalisasi,” jelasnya.
Kepala Bakesbangpol Magetan, Chanif Tri Wahyudi, mengatakan negara hadir bagi mereka yang terdampak terorisme dengan sejumlah program. Mulai modal usaha, hingga modal kerja untuk kelompok.
“Di Poncol, kami membantu mesin laundry, misalnya. Ada juga modal bantuan usaha perorangan Rp 5 juta sampai Rp 10 juta. Ada yang dibuat untuk modal jualan warung kopi. Artinya, pemerintah tak hanya menangkap dan menghukum. Tapi juga, memanusiakan,” ungkapnya.
Mantan Napiter Choirul Ihwan alias Heru, mengajak semua warga Magetan untuk menjadi agen perdamaian.
“Mari kita belajar dari negara Timur Tengah, yang kehilangan banyak hal karena tidak ada perdamaian,” katanya.
Menurut Choirul, semua harus peduli soal radikalisme, terorisme agar ada yang mendamaikan, sehingga tercipta perdamaian. (par/mk)