Magetan – Waktu itu, Belanda sedang melancarkan agresi militer kedua. Targetnya, menangkap pemimpin Indonesia, Soekarno, Hatta, dan Sjahrir.
Serangan pertamanya, di Pangkalan Udara Maguwo, Yogyakarta. Penyerangan ke Ibu Kota Indonesia kala itu, diikuti serangan ke sejumlah wilayah di Jawa, termasuk Jawa Timur. Operasi militer Belanda ini, juga ke Magetan.
Sejarah mencatat, agresi militer besar-besaran itu, dilakukan pada 19 Desember 1949.
Situasinya menjadi serba darurat. Namun, pemerintahan harus tetap berjalan. Magetan kemudian memindahkan pusat pemerintahan ke Desa Ngunut, di Kecamatan Parang.
Belanda meninggalkan Magetan, 26 Oktober 1949. Pemerintahan masih di Ngunut. Baru pindah kembali ke pusat kota, 1 Januari 1950.
Sejarah perpindahan kembali pemerintahan dari Ngunut ke Magetan, dikenang dengan napak tilas Ngunut-Parang-Magetan (Ngupatan).
Kegiatan napak tilas selalu menjadi penanda dimulainya rangkaian kegiatan perayaan hari jadi Magetan, setelah ziarah makam 7 leluhur.
“Ini untuk mengingat kembali perjuangan para pendahulu Magetan yang mempertahankan roda pemerintahan tetap berjalan meskipun dalam tekanan,” kata Bupati Magetan, Suprawoto.
Hari ini, 5 Oktober 2022, napak tilas Ngupatan diikuti lebih dari 2.300 peserta yang terbagi dalam grup dan perorangan. Mereka menempuh sekitar 18 kilometer yang terbagi dua etape. (far/mk)