Magetan – Sebuah bangunan hotel “bersejarah” di kawasan Telaga Sarangan, Magetan dijual. Jika kelak pembelinya tak eman maka bisa saja bangunan tersebut rata tanah dan dibangun hotel baru.
Ya, di salah satu forum jual beli Facebook pada tanggal 12 Oktober 2020, telah diposting penjualan Hotel Sarangan dengan nominal penawaran Rp 22 miliar negosiasi.
Yang memposting adalah akun atas nama Juli Bakhtiar. Dia adalah kuasa jual dari pemilik Hotel Sarangan. ’’Saya bukan pemilik tapi kuasa jual,’’ kata Juli saat dikonfirmasi media lewat telepon Selasa (13/10/2020).
Dalam postingan yang dikirimkan Juli Bakhtiar di medsos itu, Hotel Sarangan memiliki luas 7.429 meter persegi.
Kronologi penjualan ini bermula saat Juli Bakhtiar mendapatkan pembeli yang ingin membeli hotel Sarangan tersebut. Namun, calon pembeli itu tak tahu menahu harus menghubungi siapa. Hingga akhirnya, Juli Bakhtiar bersama temannya mencoba menjadi perantara.
Setelah berkomunikasi dengan Moko, salah satu pemilik hotel, dirinya diminta untuk membuat surat kuasa penjualan. ‘’Setelah buat, ternyata pembeli tadi justru menghilang, ’’ tuturnya sambil menyebut jika itulah alasannya memposting penjualan hotel di medsos.
Media lantas menelusuri kebenaran kabar ini dan bertemu dengan salah satu staf Hotel Sarangan bernama Pipit. Dia pun tak tahu menahu jika hotel sarangan dijual melalui media sosial. ‘’Bukan dari kami,” katanya.
Hanya saja, Pipit mengakui jika hotel tersebut sudah lama hendak dijual. Sedangkan harganya diperkirakan tak semurah itu. Itu mengingat adanya tawaran Rp 23 atau Rp 25 miliar tak diiyakan. ‘’Banyak yang sudah berkunjung untuk bertanya-tanya,’’ imbuhnya.
Sementara itu, Pipit membenarkan jika Hotel Sarangan telah ada sejak zaman penjajahan Belanda. Dibuktikan dengan arsitektur bangunannya. Untuk menyakinkan, Pipit pun mengeluarkan buku dan sejumlah foto dan dokumen.
Dalam buku berbahasa Belanda itu, hotel tersebut berkali kali ganti nama akibat pendudukan penjajah dan peralihan kepemilikan. Pertama Hotel Hakone dan juga Grand Hotel Sarangan. Sesuai dengan keterangan foto penampakan Hotel Sarangan kala itu sudah berdiri megah sejak tahun 1919. Sayang kapan persis pembangunan, Pipit tak tahu. ‘’Selain sini ada Hotel Lawu dan Sylverwin yang merupakan peninggalan Belanda,” terangnya.
Ditanyakan lebih lanjut mengapa sepi, menurutnya sejak pandemi Covid-19 tutup, jika tidak tamunya banyak, tetapi bukan dari pribumi. Paling banyak asing, seperti Belanda Jerman dan Perancis, yang ingin napak tilas dan mengenang leluhurnya yang pernah tinggal di Indonesia.
Di tempat terpisah, Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Magetan, Joko Trihono mengaku tidak tahu bila ada hotel bersejarah mau dijual, pihaknya akan segera melaporkanya ini kepada Bupati Magetan.
”Kita tidak bisa menghalanginya, yang akan kita lakukan menghimbau kepada pembeli untuk tidak melakukan renovasi masif atau memugarnya dari bentuk aslinya, karena dimungkinkan banguan hotel seabad tersebut masuk dalam peninggalan cagar budaya,” terangnya.
Joko berharap bangunan sejarah tersebut tidak jatuh kepada orang luar Magetan, mengingat tidak banyak bangunan peninggalan sejarah di Magetan. (ar/mk)