Sabtu, 17 Mei 2025

Kampus Unesa Telah Terwujud (Selamat datang calon mahasiswa di Magetan)

KETIKA ide untuk menarik perguruan tinggi negeri ke wilayah Magetan, awalnya langsung menimbulkan pro kan kontra. Yang kontra, dengan berbagai argumen tentu disampaikan di berbagai media. Malahan ada upaya penggalangan untuk menolaknya. Tuduhan yang tidak masuk akal bahkan juga muncul. Dan tentunya semua pendapat bersliweran di medsos. Kita bisa menelisik jejak digitalnya. 

Alasan yang disampaikan diantaranya, mengapa tidak merawat perguruan tinggi swasta dengan cara membantunya. Dengan berdirinya perguruan tinggi negeri, akan membunuh perguruan tinggi swasta. Juga mengapa tidak mendirikan perguruan tinggi negeri sendiri. Dan kemudian juga mempersoalkan tanah aset kok diberikan. Bahkan yang terakhir, baru-baru ini muncul tanggapan letaknya mengapa tidak di Magetan, dan dianggap kurang kajian.

Kita sering lupa, sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas itu kunci sebuah kemajuan, baik negara, daerah bahkan keluarga dalam skala paling kecil. Bangsa ini setelah mendapat kesempatan pendidikan modern, timbul kesadaran untuk menggapai kemerdekaan dengan cara yang juga lebih terstruktur.

Untuk tingkat negara, lihat saja Korsel, Malaysia, Singapura yang pada saat Indonesia merdeka kondisinya tidak lebih baik dari Indonesia. Bahkan negara-negara itu merdekanya saka duluan kita. Namun dalam waktu yang relatif lebih singkat, mereka lebih maju dalam berbagai hal dengan kita.

Salah satu kuncinya adalah SDM. Puluhan ribu bahkan ratusan ribu setiap tahun para pemuda dikirim dengan beasiswa untuk menimba ilmu di berbagai pendidikan tinggi (PT) terbaik di negara-negara maju. Baik itu di Amerika Serikat, Inggris, Belanda, Jerman, Australia, Perancis, Canada, dan lainnya. Pilihan PT ditentukan oleh pemerintah sesuai dengan centre excellence-nya.

Itu untuk negara. Untuk daerah, saya sering memberikan contoh di pelbagai kesempatan untuk melihat Yogyakarta. Sekaligus membandingkan dengan Surakarta. Yogyakarta dulu tahun 1950-1960-an masih banyak rakyatnya yang kena busung lapar. Namun saat ini sudah meninggalkan daerah lainnya. Predikat terbaik banyak disandang Yogyakarta. Dan Yogyakarta maju seperti saat ini, bukan tiba-tiba secara alamiah, namun karena visi pimpinannya.

Karena visi pimpinannya itulah, sampai sekarang menjadi satu-satunya swapraja yang menjadi Daerah Istimewa. Lihat, ketika merdeka, ada sekitar 250 swapraja di Indonesia. Namun dalam perjalanan waktu, hanya tinggal Yogyakarta yang tersisa. Daerah swapraja lainnya semua dihapuskan yang sebagian besar disebabkan revolusi sosial berdarah dan rakyat sendiri yang menggerakkannya untuk menghapuskannya.

Berbeda dengan Yogyakarta, sejak jaman merdeka menunjukkan keberpihakan kepada pemerintah RI. Bahkan ibukota negara pernah pindah ke Yogyakarta atas usul Sultan HB IX. Seorang Sultan yang sangat terpelajar berpendidikan Barat. Bahkan pemerintah yang masih muda dan belum memiliki anggaran cukup, dibantu oleh Sultan HB IX. Dan sampai sekarang sumbangan itu tidak pernah dikembalikan pemerintah karena Sultan tidak bersedia menerima.

Ketika ibukota ada di Yogyakarta, Sultan beserta para tokoh terpelajar mendirikan Universitas Negeri Gadjah Mada. Universitas negeri pertama yang didirikan oleh pemerintah Republik Indonesia. Kampus yang dipakai, semua fasiltas kraton. Mulai dari pagelaran dan gedung-gedung kraton lainnya.

Saya masih mengalami ketika RS Sardjito belum berdiri. Dulu mahasiwa kedokteran UGM kalau praktek klinik di RS Mangkubumen-Ngasem. Gedung RS ini juga milik kraton. Sebagai mahasiswa, dulu kalau sakit bisa berobat gratis di RS ini. Dan saya masih ikut merasakan pelayanan kesehatan sebagai mahasiswa UGM dengan fasilitas milik kraton.

Dengan adanya UGM, anak-anak muda terbaik dari berbagai daerah datang menuntut ilmu di Yogyakarta. Tidak hanya untuk kuliah, bahkan mulai SMP dan SMA sudah mulai disekolahkan di Yogyakarta oleh orang tuanya. Tak heran kemudian banyak bermunculan asrama mahasiswa daerah di seluruh Indonesia yang dikelola oleh pemda masing-masing.

Daya tampung UGM yang terbatas, serta PTN lainnya seperti ISI, UNY, UIN, UPN Veteran, menjadikan peluang tumbuhnya perguruan tinggi swasta (PTS) di Yogyakarta. Dan saat ini berbagai PTS ternama dan memiliki kwalitas baik ada di Yogyakarta. Lihat saja PTS ternama, mulai dari UII, Sanata Dharma, Atmajaya, Unmuh, Achmad Dahlan, Duta Wacana, Sarjana Wiyata.

Berbeda dengan Surakarta. Kota ini tumbuh beruntung karena dua presiden lahir di Surakarta. Surakarta dulu sekitar tahun 1970-an sepi. Jauh sekali pamornya dibandingkan dengan Yogyakarta. Tahun 1976, Presiden Suharto mendirikan UNS. Begitu UNS besar, PTS di Surakarta tumbuh menjadi besar. Lihat saja sekarang PTS UMS menjadi besar setelah UNS besar.

Demikian juga kota-kota lainnya, sejarah mencatat perguruan tinggi negeri berbagai daerah di Indonesia awalnya banyak diinisiasi oleh pemerintah daerah. Demikian juga asset yang dipakai awalnya banyak menggunakan asset daerah. Dengan tumbuhnya berbagai PTN serta PTS ternama yang berkualitas baik dipelbagai daerah di Indonesia, akhirnya tidak lagi kemajuan pendidikan itu dimonopoli hanya di Jawa.

Walaupun saat ini PTN dan PTS secara kwantitas sudah mulai merata di seluruh provinsi, namun konsentrasi masih di kota-kota besar. Kalau kita lihat Jatim, konsentrasi pendidikan terdapat di tiga kota, Surabaya, Malang dan Jember. Bahkan Banyuwangi yang terletak diujung Timur sudah ada PTN.

Berbeda sekali dengan wilayah Barat atau Mataraman. Sangat minim PTN yang besar. Kalau ada baru saja berdiri, sehingga usianya masih sangat muda. Melihat kondisi demikian, pada waktu saya masih bekerja di Jakarta, beberapa orang tokoh dari wilayah Eks Karesidenan Madiun (Pawitandirogo) menghadap Pak SBY sebagai presiden periode kedua. Beliau bahkan menantang waktu itu kira-kira begini,”Mumpung saya masih jadi presiden, tolong segera diwujudkan PTN di wilayah eks Karesidenan Madiun.”

Bayangkan kalau seandainya waktu itu segera ditindaklanjuti (sebenarnya kita sudah bergerak tetapi karena beberapa sebab tidak terwujud), kita sudah memiliki universitas yang besar dan lengkap fakultas serta jurusannya. Sayang sekali, posisi Pak SBY sebagai presiden putra terbaik Mataraman, kita yang di bawah tidak berinisiatif memberikan legacy berupa PTN kepada beliau.

Pak Harto legacy untuk daerahnya mendirikan UNS. Bahkan Prof Dr Mahfud MD sewaktu menjadi menteri dan presidennya Gus Dur, berinisiatif mendirikan PTN di Madura. Dan itu direalisir dengan berdirinya PTN yaitu Universitas Trunojoyo yang berdiri megah di Bangkalan. Universitas Trunojoyo secara historis tidak bisa dipisahkan dengan Gus Dur dan Prof Dr Mahfud MD. Sayang sekali itu tidak terwujud di wilayah kita Mataraman.

Saat ini pemerintah sudah menyatakan moratorium pendirian PTN. Oleh sebab itulah, kemudian dicarikan cara untuk mewujudkan berdirinya kampus PTN di Mataraman. Saya mencoba pendekatan ke berbagai universitas ternama di Jatim dan Jateng dan DIY, untuk membuka perkuliahan di luar kampus utama. Yang cepat merespon Rektor Unesa.

Bahkan oleh Unesa jajaran Pemda Magetan diajak audensi dan berdiskusi dengan Dirjen Pendidikan Tinggi di Jakarta. Dengan segala kesulitan untuk pendekatan dan persetujuan, serta pro dan kontra di lingkungan Magetan sendiri, namun pada akhirnya Unesa Kampus Magetan sudah berdiri. Dan mulai tahun ini sudah resmi menerima mahasiswa baru sekitar delapan program studi melalui berbagai jalur penerimaan.

Unesa kampus Magetan bukan hanya milik Magetan, dan juga bukan milik warga Mataraman tapi wujud kesadaran akan pemerataan untuk memperoleh akses pendidikan yang berkualitas. Itu kewajiban kita semua untuk mewujudkan mimpi untuk anak cucu kita kelak. Pada akhirnya, selamat datang calon mahasiswa, dan selamat datang hadirnya kemajuan pendidikan di Mataraman.

Sumbangan tulisan ini untuk, Magetankita.com, Intijatim.id, Seputarjatim.co.id, dan Koran Jawa Pos Radar Magetan. *

* Ditulis oleh: Suprawoto (Bupati Magetan 2018-2023)    

Berita Terkait

Hot this week

spot_img

Berita Terbaru

spot_img

Popular Categories