
Plaosan – Bagi masyarakat Kelurahan Sarangan, Jumat Pon di bulan Ruwah dalam penanggalan Jawa, memiliki makna krusial.
Di bulan Ruwah atau Sa’ban dalam kalender Islam, masyarakat yang tinggal di kawasan Telaga Sarangan ini menggelar Bersih Desa. Prosesinya diawali dengan ziarah leluhur, serta malam tirakatan.
Puncak prosesi adalah Labuhan Sarangan. Yakni, ritual larung tumpeng di tengah Telaga Sarangan. Tradisi ini merupakan warisan leluhur sebagai wujud syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Berbagai hiburan menarik juga mewarnai ritual adat ini, mulai dari seni reog Gagrak Magetan, musik serta karnaval. Yang menjadi magnet adalah arak-arakan dua tumpeng “raksasa”.
Laku tersebut dimulai dari kantor Kelurahan Sarangan menuju Telaga Sarangan. Tumpeng kemudian di larung di telaga.
“Ini adalah bentuk rasa syukur warga Kelurahan Sarangan untuk mencintai alam. Di mana alam memberikan penghidupan baik bagi masyarakat,” ungkap Bupati Magetan Suprawoto, Jumat (3/3/2023).
Bupati mengatakan, walaupun saat ini Magetan masih berstatus waspada pandemi Covid-19, tapi sudah ada kelonggaran-kelonggaran untuk mengumpulkan banyak orang. Sehingga, kegiatan itu bisa digelar dengan baik.
Dia berpesan, agar kegiatan adat Labuhan Sarangan tersebut terus dilestarikan, dan semua masyarakat guyub rukun dalam menjaga lingkungan Sarangan agar tetap baik.
Kata dia, beruntunglah masyarakat Sarangan yang lahir di sini dengan alam yang indah dan kemudian memberi kemakmuran.
“Oleh sebab itu kewajibannya masyarakat itu adalah menjaganya sekaligus memperbaikinya sesuai perkembangan zaman, Sarangan harus ditata lebih bagus lagi kedepan,” tambah bupati.
Labuh Sarangan dihadiri Bupati Suprowoto, Wabup Nanik Endang Rusminiarti, Kapolres AKBP Muhammad Ridwan dan sejumlah OPD Pemkab Magetan. Masyarakat antusias menyaksikan Labuh Sarangan. (mif/mk)