Magetan – Bagi kaum milenial di Magetan, masihkah mengenal apa yang nama Mpu atau empu, ahli pembuat keris? Di kabupaten lereng timur Gunung Lawu ini, ada sosok seorang Mpu. Usianya terbilang masih muda.
Namanya Teguh Budi Santoso. Dia dikenal dengan nama Mpu Aji Guna Anom. Tinggalnya di besalen Brangkal Tegalrejo, Mageti. Masuk wilayah administratif Desa Kedungpanji Kec. Lembeyan.
“Masih ada anak muda milenial yang main ke besalen (bengkel pandai besi) Brangkal. Umumnya, mereka ini mengalami titik jenuh dengan yang namanya teknologi. Khususnya HP atau smartphone,” kata Mpu Aji Guna Anom, Rabu (23/02/2022).
Baginya, kehadiran cah enom di besalen-nya disambut dengan baik. Artinya, generasi milenial butuh untuk memahami warisan adi luhung peninggalan leluhur. Seperti keris. Apalagi, keris pada tahun 2005, resmi diakui Unesco sebagai warisan budaya dunia non-bendawi.
“Akan sangat lucu jika kita melihat keris itu menjadi terheran-heran. Tapi, melhat HP tidak ada rasa heran. Padahal, keris itu warisan adi luhung dari leluhur kita,” imbuh Mpu Aji Guna Anom.
Karena itu, di sekolah, menurut Teguh, perlu pelajaran budaya. Yang memelajari tentang budi pekerti, adab, bahasa daerah, dan aspek kehidupan lainnya. “Bagi saya, pelajaran adab itu utama. Sehingga, kita ini jadi pintar tapi juga beradab,” wejangnya.
Siapakah Sosok Mpu Aji Guna Anom?
Teguh Budi Santoso adalah putra dari Paku Rodji. Ayahnya juga seorang Mpu. Sang ayah merupakan keturunan ke-16 dari Mpu Supodriyo dari jalur Dewi Rasa Wulan, adik Sunan Kalijaga. Mpu Supodriyo tersebut hidup di zaman Majapahit akhir.
Teguh Budi Santoso atau Mpu Aji Guna Anom adalah keturunan ke-19, yang diamanahi meneruskan jejak sang ayah. “Waktu bapak seda (meninggal dunia), beliau meninggalkan pesanan keris. Dan, saya harus menyelesaikannya,” cerita dia.
Berawal dari situlah, hingga kini, Mpu Aji Guna Anom bergelut dengan dunia pembuatan keris. “Pesan bapak, Mpu itu adalah tugas di dunia. Maka jalanilah,” kenang Teguh sembari matanya menerawang.
Menurut Teguh, dalam dunia perkerisan, Mpu yang tinggal di Magetan disebut dengan istilah Mpu era Mageti. “Almarhum bapak itu Mpu Mageti keempat,” ceritanya.
Mpu era Mageti I sebelumnya dipegang Ki Guno Sasmito Utomo, keturunan ke-13 dari Supodriyo (Ki Supo).
Setelah Ki Guno, trah Mpu era Mageti turun ke Imam Mustofa sebagai Mpu Mageti II. Dari Imam Mustofa, trah Mpu turun ke anaknya, Imam Panani (Imam Syuhadak) sebagai Mpu Mageti III.
Hingga akhirnya trah Mpu Mageti turun ke salah satu anak kandung Imam Panani. Yaitu, Paku Rodji, sebagai Mpu Mageti IV.
Kemudian, setelah Paku Rodji meninggal, anak ketiganya, Teguh Budi Santoso atau Mpu Aji Guna Anom diamanahi sebagai Mpu era Mageti V.
Pusaka Keris di Mata Mpu Aji Guna Anom
Bagi Teguh, keris adalah benda pusaka. Tapi, di balik itu memliki energi positif yaitu dzikir. Di mana, pusaka sebagai alat agar rajin berdoa dan berdzikir kepada Allah. Banyak orang menyebut Mpu alusan.
“Jangan men-Tuhan-kan pusaka atau lebih spesifiknya keris. Karena, dalam agama saya, Islam, itu syirik. Keris, menurut saya, hanya sebuah alat saja untuk lebih mengenal dan lebih dekat dengan sang Pangeran, yang menciptakan alam semesta ini,” jelas Mpu Aji Guna Anom.
Menurut dia, berbicara keris dari sudut pandang material bahan akan ada habisnya, ada kejenuhan. Namun, tatkala ditengok dari masalah rasa, keyakinan, dan tafsir, maka tiada ujungnya.
“Menikmati pusaka jika secara fisik, kita pasti akan jenuh. Akan tetapi, kalau melihat dari sudut pandang rasa, keyakinan dan tafsir dari keris itu maka takkan habis. Karena, keris itu memiliki makna luas serta filosofi yang luhur.”
Pusaka Tombak Payung untuk Magetan
Mpu Aji Guna Anom memiliki sebuah karya untuk Magetan. Dalam prosesi Mahargya Kagungan Pusaka, Mpu dari Kedungpanji Kec. Lembeyan ini, menyerahkan Tombak Payung Tunggulogo.
Sedangkan Mpu Daliman Puspobudoyo dari Surakarta menyerahkan pusaka Pandowo Cinarito dapur kebak pendaringan.
Kemudian, Bayu Dona bareng komunitas besalen Magetan lain, juga menyelesaikan Tombak Dapur Megantoro Kiai Cahya Mulyo. Ketiga pusaka ini diserahkan pada Bupati Suprawoto dalam sebuah prosesi kirab Mahargya Kagungan Pusaka Magetan di Pendapa Surya Graha.
Mpu Aji Guna Anom membuat Tombak Payung Tugulogo melalui prosesi selama selapan dina. Itu bersamaan Pameran Tosan Aji di Magetan. Ketiga “pusaka” ini sebagai lambang persatuan masyarakat Magetan menuju Magetan Bangkit dan Tumbuh akibat pandemi Covid-19.
Apa Harapan Sang Mpu Aji Guna Anom?
Ke depan, Teguh Budi Santoso atau Mpu Aji Guna Anom, berharap anak muda milenial di Magetan belajar tentang kebudayaan dari para leluhur. Tidak terkecuali dunia perkerisan.
“Seneng dan suka sama keris itu budaya. Nah, mari kita mengenalkan budaya nenek moyang yang baik dan adi luhur ini kepada khalayak.”
Selebihnya, Mpu Aji Guna Anom istikomah dalam laku pembuatan keris yang merupakan seni budaya adi luhung warisan leluhur, trah Mpu Supodriyo dan Mpu era Mageti. Selain karena panggilan jiwa.
Sekaligus sarana bagi dirinya agar lebih dekat Sang Maha Kuasa. Juga menjaga pesan dan amanat leluhur serta almarhum bapak, Paku Rodji, yang selalu terngiang-ngiang di benaknya.
“Elinga nak nek kowe kui mung njalani tugas. Kowe ora usah ndaku Mpu. Ben wong liya sing ndaku. Amerga sak derma tugas, mula dilakoni kanthi tekun lan ikhlas.” Begitu wejangan sang bapak dalam bahasa Jawa ngoko. (ant/mk)