Magetan – Siapa sangka, Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy ternyata belajar Bahasa Jawa dari tulisan-tulisan di Majalah Bahasa Jawa.
Hal itu diungkapkannya, di acara Tabligh Akbar di Gor Ki Mageti yang dihadiri ribuan warga Muhammadiyah Magetan, Minggu (10/12/2023). Acara ini untuk memperingati Milad ke-111 Muhammadiyah.
Dalam ceramahnya di acara itu, Menko PMK mengaku belajar Bahasa Jawa dari tulisan Bupati Magetan (2018-2023) Suprawoto, di Majalah Panjebar Semangat.
“Saya belajar banyak tentang bahasa Jawa kepada Pak Suprawoto mantan Bupati Magetan. Beliau adalah penulis yang hebat. Juga karena menulis dalam bahasa Jawa di majalah Jawa saya sering membaca, jadi tahu,” kata Menko Muhadjir Effendi saat menyapa Suprawoto dalam tausiahnya.
Menteri PMK memang berlangganan majalah Jawa Panjebar Semangat (PS). Sebuah majalah yg sudah terbit sejak tahun 1933. Bisa jadi ini adalah majalah paling tua yang masih terbit sampai dengan saat ini.
Mantan Bupati Magetan Suprawoto ini menulis sejak sebelum jadi pejabat dan Bupati. Dia Pemegang dua rekor dunia Muri, pertama Penulis autobiografi pertama dalam bahasa Jawa. Kedua, Bupati yang menulis dalam dwi bahasa sekaligus terlama dalam bahasa Jawa dan Indonesia.
Menulis dalam bahasa Jawa di majalah PS sudah dilakoninya dan dimulai tahun 1993 (belum rutin). Dan baru kemudian secara rutin menulis setiap minggu mengasuh rubrik “Email Saka Jakarta” mulai tahun 2009, sampai menjabat bupati tahun 2018. Sejak menjabat bupati sampai dengan sekarang rubrik diganti “Kembang Setaman.”
Kalau dihitung sampai dengan sekarang, Suprawoto menulis sudah lebih dari 14 tahun lamanya tanpa henti. Dan itu setiap minggu. Belum sejak jadi bupati juga diminta menulis rutin setiap minggu di koran harian Madiun dalam rubrik “Bupati Menulis.”
“Sejak dulu menulis tidak mengejar honor. Karena memang tidak pernah menerima honor,” aku Kang Woto.
Baginya, menulis dengan menyitir Pramoedya Ananta Toer “orang boleh pintar setinggi langit, orang boleh hebat setinggi langit kalau tidak menulis akan dilupakan sejarah. Menulis pekerjaan yang abadi.”
Dan Suprawoto tidak ingin dilupakan jaman kalau kelak tidak ada. Dan nyatanya pak menteri mengenalnya karena lewat tulisannya. Dan dalam bahasa Jawa lagi. (far/mk)