Baru-baru ini muncul istilah baru dalam kasus pelecehan seksual, terutama yang menyasar kepada anak-anak.
Kedok kejahatan itu banyak yang menyebut sebagai grooming, lantaran pelakunya sendiri dengan bangga menisbatkan sebagai seorang groomer.
Praktiknya, seperti pada kasus yang dilakukan tersangka berinisial TR (25), seorang narapidana di Surabaya. Dia menggunakan akun palsu untuk mendapatkan foto atau pun video korbannya. Setelah komunikasi, tersangka memerintahkan kepada anak-anak untuk melakukan kegiatan yang ia perintahkan. Di antaranya, membuka pakaian dan menyentuh bagian paling intim mereka.
Kejahatan seksual terhadap anak, sudah barang tentu harus dilawan. Bukan hanya dalam rangka pencegahan dan perlindungan, akan tetapi mulai dari membatasi klaim istilah-istilah yang pada ujungnya cuma menjadi kedok mereka agar lebih leluasa dalam melakukan kejahatan.
Makna asal
Term grooming diambil dari kata dasar groom. Penggunaannya, kurang lebih seperti dalam situasi ini:
Seseorang menghadiri undangan sebuah pesta besar. Nahasnya, dia panik lantaran penampilannya dianggap kurang layak. Lantas, datanglah sahabatnya yang bermaksud ingin membantu dengan bilang, I should groom you! Org ini akan saya dandani dengan merias wajahnya, rambutnya, dan pakaiannya sehingga bisa dipandang lebih baik.
Istilah Grooming ini juga dipakai dalam dunia perawatan hewan. Mengapa di-grooming? Supaya bersih, kelihatan rapi, dan menggemaskan. Terlebih, jika piaraan kesayangannya itu akan diikutsertakan dalam sebuah kontes atau perlombaan.
Bedanya, grooming pada manusia lebih dimaknai sebagai sebuah proses. Yakni, proses atau tahapan dalam memperbaiki penampilan.
Artinya, bukan cuma proses sulap penampilan secara singkat, namun juga melalui langkah-langkah panjang. Untuk seorang model, grooming bisa berupa kursus dan latihan berjalan di atas catwalk, pelatihan drama atau musik bagi calon seniman, atau pelatihan public sepeaking untuk orang-orang yang ingin bisa berbicara dengan andal.
Harus dilawan
Di berbagai belahan negara, grooming malah lebih banyak diartikan sebagai sebuah tahap tempaan menuju pengembangan dan kepercayaan diri.
Dari bahasan itu, maka batal lah penggunaan grooming dalam kamus kejahatan. Kelompok kejahatan yang menyebut dirinya groomer, itu menjadi sesuatu yang patut dilawan.
Modus yang mereka lakukan, tentu karangan sendiri. Mau tidak mau, orang-orang semacam itu adalah pelaku pelecehan seksual. Tak ada istilah yang lebih pantas dari sebutan tersebut.
Ada banyak cara melawan orang-orang jahat dengan gaya dan kedok baru semacam itu. Khusus perlindungan anak dari pelecehan seksual, semestinya orang tua tidak hanya mengajari putra-putrinya agar tidak melanggar norma agama dan sosial berupa hamil dan menghamili di luar pernikahan. Lebih dari itu, anak-anak, juga perlu penjelasan dan gambaran tentang perilaku penyimpangan seksual serta pengetahuan sejenis lainnya.
Setiap orang bisa menamakan diri mereka apa saja untuk menutupi modus kejahatan yang ingin dilakukan. Tapi, perlawanan terhadap penyimpangan harus dilakukan tanpa toleransi. Termasuk, dengan tidak mewajarkan istilah-istilah yang para penjahat gunakan. *
*Ditulis oleh Founder Guru Grooming, Yuliana F Hartanto.