Magetan – Ismiyati, mondar-mandir di Pasar Sayur Magetan. Dia mencari minyak goreng kemasan, yang harganya 14 ribu Rupiah, seperti yang telah ditetapkan. Namun, minyak goreng kemasan itu tak juga ditemukan.
“Stoknya sudah habis,” begitu jawaban para pedagang di pasar tradisional terbesar di Magetan itu.
Tak ada pilihan lain. Ismiyati tetap membeli minyak goreng, meskipun mahal. Karena ia harus menggoreng kerupuk lempeng, usahanya yang selama ini menjadi sumber penghasilan.
“Sejak ditetapkan harga 14 ribu oleh pemerintah, saya belum pernah merasakan membelinya, pasti dimana-mana habis,” kata Ismiyati, Jumat (04/02/2022).
Ia terpaksa membeli harga di atas HET (Harga Eceran Tertinggi) pemerintah. “Ini saya beli 17 ribu rupiah per-liter,” ujarnya sambil menunjukkan tiga kantong minyak goreng kemasan.
Para pedagang mengaku bukan tidak mau ikut keputusan pemerintah soal HET minyak goreng kemasan seharga Rp13.500 hingga Rp14.000, namun minyak goreng yang mereka punya merupakan stok lama, saat beli harganya masih mahal.
“Ini saya jual 17 ribu rupiah masih rugi, harusnya saya jual 20 ribu, tapi kalau 20 ribu kan tidak laku,” ujar Suyatmi, pedagang minyak goreng Pasar Sayur Magetan.
Ia pernah mendapat kiriman minyak goreng murah, dan dijual 14 ribu rupiah. “Tapi kan jumlahnya terbatas, sudah habis,” tambahnya.
Pedagang sudah berusaha menghubungi sales minyak goreng kemasan, agar bisa mendapat subsidi dari pabrik, dan bisa menjual seharga 14 ribu rupiah, namun tidak berhasil.
“Stok yang ada kita habiskan, rugi-rugi dikit gak apa-apa,” keluhnya.
Pemerintah menetapkan harga minyak goreng subsidi satu harga Rp14.000 yang didistribusikan ke ritel modern dan pasar tradisional, akhir Januari lalu. Pasokan minyak goreng ini akan mencapai 250 juta liter per bulan selama enam bulan atau setara dengan 1,2 miliar liter.
Dananya, dari alokasi anggaran sebesar Rp3,6 triliun yang berasal dari dana kelolaan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Penyediaan ini ditempuh pemerintah dengan menutup selisih harga minyak goreng, demi memenuhi kebutuhan rumah tangga, industri mikro, dan industri kecil.
Nyatanya, minyak goreng “murah” itu menjadi barang gaib. (er/mk)