Parang – Kasus ‘ribut-ribut’ di Desa Sundul, Parang, Magetan, terkait rekrutmen perangkat desa memberi banyak pelajaran.
Anggota DPRD Jawa Timur, Diana AV Sasa, mengatakan yang terjadi di Desa Sundul merupakan laboratorium pelajaran demokrasi sebelum memasuki tahun politik yang bisa lebih panas.
“Proses demokrasi harus dikawal sejak proses awal, tidak hanya pas hari H,” katanya, Selasa (22/3/2022).
Diana Sasa memantau proses mediasi antara lurah, panitia rekrutmen perangkat desa, serta peserta tak lolos dan warga yang memprotes hasil ujian perangkat desa di balai Desa Sundul, Parang.
Mereka yang menolak hasil ujian calon perangkat desa meminta tes diulang karena dugaan kecurangan. Namun, panitia dan kepala desa menolak tuntutan itu.
“Pelajaran yang bisa kita petik, bagi para pemimpin utamanya, bahwa masyarakat sudah kritis. Masyarakat sudah memahami hak-haknya, sadar politik. Masyarakat juga mengawasi, karena itu minimalisirkan hal-hal yang tidak baik, yang tidak memberikan pendidikan politik yang baik,” jelasnya.
Di level desa, kata Diana Sasa, masyarakat menginginkan pemimpin yang bisa membawa desanya lebih baik.
“Tidak penting soal uang banyak. Mereka mengingkan pemimpin yang punya visi agar desa maju,” tegasnya.
Kisruh di Desa Sundul ini bermula dari laporan warga soal dugaan kecurangan pada rekrutmen perangkat desa. Mereka melapor ke Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Senin (21/3/2022). Mereka menuntut pelaksanaan tes perangkat desa diulang karena dianggap tidak adil dan terdapat banyak kecurangan, sehingga meloloskan mereka yang berkompeten.
Pemerintah Desa Sundul melakukan tes untuk mengisi 4 perangkat desanya. Tes diikuti 23 peserta yang dimulai 6 Maret 2022, lalu. (far/mk)