Perubahan jaman dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya yang berhubungan dengan sistem pendidikan di sekolah menuntut adaya perubahan mindset dan sikap guru dalam melaksanakan pembelajaran di kelas.
Seperti yang sudah kita pahami sejak dahulu bahwa ada anggapan yang salah kaprah, yaitu bahwa guru adalah orang yang paling tahu. Pemahaman ini terus berkembang menjadi guru lebih dulu tahu. Namun sekarang, pemahaman seperti ini perlu kita kritisi bersama. Karena kenyataan menunjukkan, sekarang ini bukan saja pengetahuan guru sama dengan murid, bahkan murid dapat lebih dulu tahu daripada gurunya.
Mengapa fenomena ini bisa terjadi? Hal ini karena akibat dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta media informasi yang begitu cepat dalam kehidupan manusia modern. Dalam era global saat ini, guru bukan lagi satu-satunya sumber belajar.
Sebagai contoh, murid dapat lebih dulu mendapat informasi dengan cara mengakses informasi dari media massa seperti: surat kabar, televisi, handphone dan internet. Sedangkan seringkali guru dengan alasan klasik “masalah gaptek”, mereka tidak dapat mengakses informasi dengan cepat.
Sikap Guru
Melihat perkembangan seperti ini, bagaimana guru menyikapinya? Paling tidak ada 3 (tiga) kelompok besar guru yang menyikapinya.
Pertama, kelompok guru yang acuh tak acuh/masa bodoh/tidak peduli. Pada kelompok ini guru beranggapan bahwa dalam setiap proses pembelajaran tetap diperlukan sentuhan manusiawi seorang guru. Teknologi yang secanggih apapun tidak dapat menggantikan manusia. Namun demikian perlu dicatat bahwa lingkungan kita terus berkembang, tuntutan masyarakat terhadap kualitas guru semakin meningkat. Sehingga sikap tidak peduli terhadap perkembangan pengetahuan dan teknologi, bukanlah sikap yang tepat.
Kedua, kelompok guru yang menunggu petunjuk. Kemungkinan ini adalah kelompok yang paling banyak kita temukan di sekolah. Hal ini terjadi karena guru selama ini dianggap sebagai “tukang” melaksanakan kurikulum yang demikian rinci dan kaku.
Ketiga, kelompok guru kreatif yang cepat menyesuaikan diri. Dengan adanya Kurikulum Merdeka, guru bukan lagi saatnya untuk selalu menunggu petunjuk. Guru diberi keleluasaan untuk dapat mengembangkan bahan ajar bagi murid dalam suatu proses pelaksanaan pembelajaran yang berkesinambungan.
Bimbingan dan Konseling (BK) sebagai bagian integral dari sistem pendidikan di sekolah memiliki peranan penting berkaitan dengan peningkatan mutu pendidikan di sekolah. Pendidikan dapat memanfaatkan Bimbingan dan Konseling sebagai mitra kerja dalam melaksanakan tugasnya sebagai rangkaian upaya pemberian bantuan.
Bimbingan dan Konseling menyediakan unsur-unsur di luar individu yang dapat dipergunakan untuk memperkembangkan diri.
Layanan BK memiliki tujuan membantu konseli mencapai perkembangan optimal dan kemandirian secara utuh dalam aspek pribadi, sosial, belajar, dan karier.
Secara khusus tujuan BK adalah untuk memahami dan menerima diri dan lingkungannya; merencanakan kegiatan menyelesaikan studi perkembangan karier dan kehidupannya di masa yang akan datang; mengembangkan potensi seoptimal mungkin; menyesuaikan diri dengan lingkungannya; mengatasi hambatan/kesulitan yang dihadapi dalam kehidupannya; dan mengaktualisasikan dirinya secara bertanggung jawab.
Agar tujuan layanan BK bisa tercapai dengan seoptimal mungkin maka dalam proses pemberian layanan kepada konseli/peserta didik diperlukan pengembangan media BK dan instrumentasi BK.
Media dalam BK mempunyai setidaknya 2 (dua) makna yang sangat esensial, yaitu sebagai hal yang digunakan menjadi perantara/pengantar dalam pelaksanaan program BK, dan sebagai alat bantu yang dapat digunakan dalam melaksanakan program BK.
Media BK
Setidaknya terdapat 5 (lima) jenis media dalam program BK, yaitu: (1) media untuk menyampaikan informasi kepada siswa; (2) media sebagai assessment (pengumpul dan penyimpan data): (3) media sebagai alat bantu dalam memberikan group information (informasi secara kelompok); (4) media sebagai biblioterapi / biblioedukasi, dan (5) media sebagai alat menyampaikan laporan.
Media BK untuk menyampaikan informasi kepada siswa bisa berupa selebaran, leaflet, booklet, dan papan bimbingan. Selebaran memiliki karakteristik dapat dibawa kemana-mana; satu halaman (tidak bolak-balik). Leaflet memiliki ciri dapat dibawa kemana-mana; memuat dua halaman bolak-balik; dan setiap halaman terdiri sub-sub halaman.
Booklet bisa diidentifikasi dapat dibawa kemana-mana; dan memuat beberapa halaman. Sedangkan papan bimbingan bercirikan tidak mudah dipindah-pindah; jumlahnya terbatas; dan ingin menjangkau banyak pembaca.
Media BK sebagai assessment dapat diperinci menjadi 2 (dua) jenis, yaitu media sebagai assessment pengumpul data, dan media sebagai assessment penyimpanan data. Media sebagai assessment pengumpul data bisa dalam bentuk angket; lembar pengamatan; pedoman wawancara; daftar isian pilihan teman; daftar cek masalah; daftar kebiasaan belajar; dan tes.
Adapun media sebagai assessment penyimpanan data bisa terdiri dari kartu pribadi; buku pribadi; map pribadi; disket; flasdisk; folder; almari; dan filling cabinet. Tetapi secara prinsip media sebagai penyimpanan data harus memiliki sifat kerahasiaan dan kemudahan, yang kedua-duanya harus terpenuhi.
Media BK sebagai alat bantu dalam memberikan informasi secara kelompok bisa meliputi bentuk pemberian informasi, klasikal, dan mirip instruksional. Prinsip pemilihan media dalam group information ini harus bisa menentukan jenis media dengan tepat; memperhitungkan keadaan siswa; menyajikan media dengan tepat; dan menempatkan dan memperlihatkan pada waktu, tempat, dan situasi yang tepat.
Adapun faktor-faktor dalam memilih media BK ini harus memperhatikan obyektifitas; isi materi; sasaran informasi; situasi dan kondisi; dan kualitas teknik, keefektifan dan efisiensi.
Media BK sebagai biblioterapi dimaksudkan bahwa media BK berupa bahan bacaan untuk penyelesaian masalah. Dasar pemikiran biblioterapi ini adalah semua orang mampu memecahkan masalahnya sendiri; dan semua orang ingin hidup tanpa banyak masalah.
Media BK untuk biblioterapi ini dilakukan dengan menyediakan bahan-bahan bacaan, yang meliputi: jenis bacaan-bacaan; memuat teknik-teknik pemecahan masalah; dan memuat informasi tentang orang sukses, membangun etos kerja, tetap tegar menghadapi masalah. Adapun fungsi biblioterapi sendiri adalah untuk fungsi kuratif; preventif; dan preservative developmental.
Media BK sebagai alat menyampaikan laporan. Laporan BK terdiri dari laporan harian; laporan mingguan; laporan bulanan; laporan semesteran; dan laporan tahunan. Sedangkan model laporan BK bisa berbentuk matriks dan narasi.
Media BK apapun yang digunakan guru BK akan sangat bermanfaat khususnya dalam pemberian layanan BK dan keberlangsungan program BK, karena setidaknya media BK memiliki 4 (empat) kegunaan, yaitu: memperjelas penyajian pesan atau informasi agar tidak verbalistis; mengatasi keterbatasan ruang; merubah perilaku dari yang tidak diinginkan menjadi sesuai yang diinginkan; dan menyamakan persepsi antara pembimbing dengan individu yang dibimbing.
Media BK juga memiliki manfaat dapat mengatasi berbagai keterbatasan pengalaman peserta didik; dapat mengatasi ruang kelas; memungkinkan adanya interaksi langsung antara peserta didik dengan lingkungan; menghasilkan keseragaman pengamatan; dapat menanamkan konsep dasar yang benar, konkrit dan realitas; dapat membangkitkan keinginan dan minat baru; dapat membangkitkan motivasi dan merangsang peserta didik untuk belajar; dan dapat memberikan pengalaman yang integral dari yang konkrit sampai kepada yang abstrak.
Strategi Media BK
Agar media BK dapat digunakan sebagai pendukung tercapainya tujuan, maka perlu strategi yang meliputi 3 (tiga) langkah, yaitu: persiapan sebelum menggunakan media BK; kegiatan selama menggunakan media BK; dan kegiatan tindak lanjut.
Melihat pentingnya media BK dalam memperlancar dan meningkatkan layanan dan program BK, maka sepantasnyalah guru BK memiliki pemahaman yang sama dan kesepakatan yang sama pula bahwa media BK itu perlu dan penting.
Guru BK harus menjadi kelompok yang ketiga yaitu kelompok guru kreatif yang cepat menyesuaikan diri, jangan sampai menjadi kelompok guru yang pertama kelompok guru yang acuh tak acuh/masa bodoh/tidak peduli, dan jangan pula menjadi kelompok guru yang kedua kelompok guru yang menunggu petunjuk.
Kalau sampai saat ini masih ada guru BK yang belum menggunakan media BK, itu hanya perlu satu hal yaitu perubahan mindset dan sikap. Dalam memilih media BK, perlu disesuaikan dengan kebutuhan, situasi dan kondisi masing-masing.
Dengan kata lain, media BK yang terbaik adalah media BK yang ada. Terserah kepada guru BK bagaimana ia dapat mengembangkannya secara tepat dilihat dari isi, penjelasan pesan dan karakteristik konseli. Semoga bermanfaat.
Ditulis oleh: Muries Subiyantoro*
*Guru BK SMP Negeri 1 Magetan, Pegiat Demokrasi, dan Penggagas LoGoPoRI (Local Government and Political Research Institue) Magetan