Magetan – Eka Juwita Haryani menjadi satu-satunya perempuan di jajaran komisioner pengawasan pemilu di tingkat Kabupaten. Bawaslu Magetan.
Menurut dia, ini dunia yang sama sekali berbeda dengan hal yang digeluti sebelumnya. Eka berkecimpung di dunia pendidikan. Dia ngajar.
“Saya mengajar TK, lalu MI di Takeran. Setelah sarjana saya mengajar SMK di Caruban sampai 2019,” ungkapnya, akhir pekan lalu.
Lalu, suaminya meminta untuk pindah ke Magetan, karena alasan jarak tempuh.
“Suami merasa kasihan, saya harus bolak-balik Caruban Magetan. Akhirnya, saya melamar sebagai guru BK di SMK YKP dan diterima,” katanya.
Eka mengaku berada di dunia kepemiluan, karena sebuah keresahan. Dia kemudian menjadi anggota Panwascam Takeran, lalu Komisioner Bawaslu Magetan hingga 2028.
“Saya sengaja. Istilahnya banting setir, karena resah. Perempuan ini kan kalau berbicara pemillu, selalu digaungkan. Ada kuota 30 persen. Jumlah pemilihnya yang besar hingga lebih dari separuh. Tapi, keaktifannya masih kurang. Saya mau perempuan berkontribusi, karena itu saya masuk dunia kepemiluan ini,” jelasnya.
Perempuan harus menjadi kunci, meski dalam banyak kesempatan selalu jadi minoritas. Pesan ini yang ingin disampaikan Eka dengan berkiprah di politik dan kepemiluan.
“Keterlibatan perempuan harus lebih. Misalnya kalau dalam pengawasan, bisa melakukan pengawasan partisipatif. Intinya perempuan harus lebih aktif,” katanya.
Eka menyadari konsekuensi profesinya sekarang berbeda jauh dengan ketika menjadi guru. Namun, dukungan keluarga menguatkannnya.
“Kalau soal sering ninggalin anak karena tugas, dari dulu sebetulnya. Tapi, gini suami mendukung asal saya bisa membagi waktu. Kami diskusikan hal ini jauh-jauh hari,” kata ibu tiga anak ini (satu anaknya meninggal saat usia 50 hari).
Satu hal, kata Eka, apapun akan mudah jika pekerjaan dilakukan dengan riang gembira. (rud/far/mk)