Magetan – “Ini hari apa?” tanya Abi, anak usia SD kepada Ibunya. Ibunya menjawab singkat, Hari Minggu.
“Yeay, kamiday,” sahut sang anak girang.
Yang dimaksud adalah, Car Free Day.
Februari tahun lalu, Car Free Day resmi dibuka. Sepanjang jalan Yos Sudarso, ditutup untuk kendaraan bermotor. Sepanjang jalan itu kemudian diisi dengan banyak pedagang. Jumlahnya, bisa lebih dari 300 pedagang.
Ekonomi bergerak di Yos Sudarso, seperti tujuan dibukanya Car Free Day.
Di “kamiday” paling banyak adalah penjual makanan. Penjual lontong balap dan tahu campur, Yanto mengaku dagangannya habis dalam waktu 3 jam.
“Alhamdulillah, Mas. Kalau minggu selalu jualan di Car Free Day,” katanya.
“Kamiday” menjadi sentra geliat ekonomi pada setiap Minggu di Magetan. Jumlah pedagang terus bertambah dan beragam. Selalu ada pedagang baru dalam beberapa minggu.
Perputaran ekonomi yang sangat tinggi di Magetan dalam satu hari. Katakanlah, ada 500 pedagang, dengan rata-rata omzet Rp 500.000, maka ada perputaran uang sebesar Rp 250 juta di Yos Sudarso. Itu dengan rata-rata omzet segitu. Sebagian pedagang malah sampai Rp 5 Juta.
“Kalau di rata-rata, ya Rp 4-5 juta omzet jualan di Car Free Day,” kata Pedagang Sembako, Lilik.
Tokoh Masyarakat setempat, Rudy Styawan mengatakan pedagang di Car Free Day harus disentuh pemkab.
“Perputaran ekonomi yang sangat besar di CFD harus dijaga. Bila perlu meningkat. Pemkab perlu melihat dari dekat geliat ekonomi di sini. Syukur-syukur kalau pedagang bisa mengakses permodalan agar tak dimasuki ‘Bank Tithil’,” jelasnya.
Rugos, panggilan akrabnya, menyarankan ada paguyuban pedagang di “kamiday” untuk penguatan dan pemberdayaan pedagang yang sebagian besar berkategori kecil itu.
Seperti yang dibeli Abi, anak SD itu. Yang dituju pedagang kecil, yang menjual sarapan, lalu penjual mainan.
“Ini tadi minta dibelikan keong dan rumahnya,” Wati, sang ibu. (far/mk)