Kamis, 12 Desember 2024

Wiliwang Batik Ecoprint, dari Pojoksari ke Hawaii

Sukomoro – Awalnya, Sri Mulyani merasa harga kain Batik Ecoprint hanya bisa dijangkau oleh kalangan menengah ke atas. Tapi, bagi masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah, harganya tidak bisa dijangkau oleh kantong.

‘’Waktu itu, kira-kira tahun 2019, ada teman di kantor yang kepingin banget sama kain Batik Ecoprint. Tapi, harganya Rp 400 ribu sampai Rp 500 ribu perlembar. Yang afkiran saja Rp300 ribu. Bagi kami, itu mahal. Belum ongkos jahitnya,’’ ujar owner Wiliwang Batik Ecoprint, Sri Mulyani, Selasa (14/6/2022).

Berangkat dari situlah, warga Desa Pojoksari, Kecamatan Sukomoro, Kabupaten Magetan ini, bermimpi bisa membuat Batik Ecoprint sendiri.

Sri Mulyani pun nekad menyanggupi teman yang ngebet memiliki baju berbahan kain Batik Ecoprint. Untuk seragam di kantornya. ‘’Padahal, saat itu, saya awam sama sekali tentang Batik Ecorprint,’’ aku ibu tiga anak tersebut.

Maka, Sri Mulyani pun nekad. Dia belajar cara membuat Batik Ecoprint melalui YouTube. Ujicoba dilakukan beragam kali. Berulangkali, dia pun gagal. Usaha dan keinginannya Sri Mulyani tidak mereda. Ia justru memiliki keinginan kuat agar bisa.

‘’Saya bilang ke teman, maaf ya Batik Ecoprint-nya masih gagal. Saya janji lagi untuk membuatkan. Terus, saya praktek lagi dan ujicoba lagi. Hingga, akhirnya jadi. Dan, menurut saya patut untuk dijual ke teman,’’ ungkap Sri Mulyani sembari menerawang.

Batik Ecoprint sebenarnya tidak bisa disebut batik lantaran tidak menggunakan ‘’malam’’. Sedang ecoprint sendiri adalah sistem dengan menjiplak dedaunan yang kemudian merebusnya. Mirip seperti proses pembuatan batik. Maka sering juga disebut Batik Ecoprint.

Menurut Sri Mulyani, dari kegagalan itu dirinya terus belajar. Hingga, akhirnya dia nekad ‘’sekolah’’ ke Jogja untuk memperdalam ilmu ecoprint. Selama sehari ikut workshop, ia memiliki kemampuan dan bisa menguasai ilmunya.

Hal ini lantaran ia ditempa dari ujicoba dan praktik yang telah dilakukan sebelumnya.

Sepulang dari Jogja, akhirnya Sri Mulyani berani mempromosikan diri atas karyanya. Di mulai memakai brand Wiliwang Batik Ecoprint.

Dalam hatinya, istri dari Didik Prasetyono ini bertekad menjual dengan harga yang bisa terjangkau kalangan menengah ke bawah. ‘’Prinsip saya, biar untung sedikit tapi saya bisa menjual banyak.’’

Di awal memproduksi, Sri Mulyani hanya dibantu suami Didik Prasetyono. Lantaran permintaan terus mengalir, dia merekrut delapan tetangganya untuk membantu memproduksi Batik Ecoprint tersebut.

Namun, pandemi Covid-19 menghantam. Produksinya menurun. Karyawan yang dulu delapan kini tinggal tiga orang di tahun 2022. Saat ini, setelah kondisi perekonomian berangsur pulih, Sri Mulyani bertekat untuk terus mengembangkan karyanya.

Dalam pemasaran, dia membandrol Batik Ecoprint di harga Rp 160 ribu hingga Rp 230 ribu, tergantung bahan kainnya. Setiap usaha pasti ada jatuh bangun. Namun, Sri Mulyani bertemu dengan orang-orang baik yang membukakan kemudahan demi kemajuan Batik Ecoprint Wiliwang ini.

Seperti saat belanja kain di Solo. Saat itu, toko langganannya tutup. Kemudian, ia bertanya ke toko yang lain. Dan justru diajari masalah kain, yang menurut dia pas untuk ecoprint.

‘’Sampai saat ini, partner kain dari Solo ini konsisten pesan Batik Ecoprint dari saya. Paling tidak perbulan 200 sampai 300 pieces. Tiap bulan, partner Solo ini, ngirimi kain 1500 yard. Yang mbayarnya dipotong dari setoran Batik Ecoprint ke dia.”

Lambat laun, pesanan yang masuk ke Wiliwang Batik Ecoprint kini meluas. Mulai dari seputaran pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Bali. ‘’Yang dari Bali ini ada koneksi ke Hawai. Yang Solo katanya koneksinya ke Thailand dalam pemasaran,’’ ucap Sri Mulyani yang mengaku perbulan bisa memproduksi 500 pieces tersebut.

Setiap akan memproduksi, Sri Mulyani, suami dan karyawannya harus blusukan mencari aneka daun yang menurutnya bisa untuk ecoprint.

Bahkan, tak jarang ketika sedang pergi ke suatu tempat dan melihat jenis daun yang unik, ia pasti akan ijin untuk memetiknya. ‘’Yang sulit itu kalau pas musim kemarau. Kalau hujan sih mudah nyari daun bahan Batik Ecoprint,’’ tutur ASN di DPPKAD Pemkab Magetan ini.

Dalam menekuni usahanya ini, Sri Mulyani memiliki prinsip dirinya harus fokus. Dan jangan lelah untuk mencoba. Karena, dari kegagalan itu, pasti ada jalan untuk meraih sukses. Ia juga tidak pelit ilmu. Jika ada masyarakat yang ingin belajar di Wiliwang Batik Ecoprint, ilmunya pasti akan diberikan semua.

‘’Saat diundang mengisi workshop pun saya juga berikan semua ilmu ecoprint yang saya miliki. Karena, saya bahagia bisa berbagi. Dan saya yakin, rejeki tidak akan tertukar,’’ tutur dia. (mif/mk)

Berita Terkait

Hot this week

Tentang Kami

Dari POJOK SelosariJikalau air di Telaga Sarangan dibuat menjadi...

Pedoman Media Siber

Kemerdekaan berpendapat, kemerdekaan berekspresi, dan kemerdekaan pers adalah hak...

Pilkada Serentak

MINGGU depan ini, tanggal 27 November 2024 masyarakat yang...

Kode Etik

Kemerdekaan berpendapat, berekspresi, dan pers adalah hak asasi manusia...

Ada Gugatan ke MK, KPU Magetan Belum Lakukan Penetapan Hasil Pilkada

Magetan - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Magetan belum...

Berita Terbaru

Advertisementspot_img
- Advertisement -

Popular Categories