Magetan – Di banyak rumah di Magetan, cerita tentang pekerja migran perempuan bukan hal asing. Ada ibu yang berangkat bertahun-tahun, ada anak yang tumbuh tanpa kehadiran orang tua, ada keluarga yang bertahan dari kiriman uang, sekaligus menanggung rindu dan beban sosial. Cerita-cerita itu kembali mengemuka menjelang Konferensi Cabang (Konfercab) PDI Perjuangan Magetan.
Pengurus BP Pemilu DPC PDI Perjuangan Magetan sekaligus Ketua Keluarga Purna Pekerja Migran Indonesia (PMI) Magetan, Trismini, menyebut Konfercab sebagai momentum penting untuk memperkuat keberpihakan partai terhadap pekerja migran, khususnya perempuan, serta keluarga yang ditinggalkan di tanah air.
“Di Magetan ini, banyak perempuan bekerja ke luar negeri bukan karena ingin, tapi karena terpaksa. Lapangan kerja terbatas, kebutuhan keluarga mendesak. Konfercab seharusnya jadi ruang untuk mendengar suara mereka,” tutur Trismini, Sabtu (20/12/2025).
Trismini yang pernah bekerja cukup lama di Hong Kong mengaku memahami betul persoalan yang dihadapi pekerja migran perempuan. Bukan hanya soal kerja di luar negeri, tetapi juga dampak panjang bagi keluarga yang ditinggalkan.
“Masalahnya bukan berhenti saat mereka berangkat. Di sana ada kerentanan kerja, di sini ada keluarga yang harus bertahan sendiri. Anak-anak, orang tua, semua ikut terdampak,” ujarnya.
Menurutnya, pekerja migran perempuan kerap menghadapi persoalan berlapis: perlindungan kerja yang lemah, tekanan mental, hingga kesulitan reintegrasi saat kembali ke kampung halaman. Sementara di sisi lain, keluarga di Magetan sering tidak mendapatkan pendampingan sosial yang memadai.
“Banyak purna PMI pulang tanpa bekal keterampilan baru, tanpa pendampingan usaha, bahkan tanpa jaminan kesehatan. Padahal mereka sudah berkontribusi besar bagi ekonomi keluarga dan daerah,” kata Trismini.
Karena itu, ia berharap Konfercab mampu mendorong partai untuk lebih serius memperjuangkan kebijakan yang berpihak pada pekerja migran dan keluarganya, mulai dari advokasi perlindungan, pendampingan ekonomi, hingga penguatan komunitas purna PMI di tingkat desa.
“Partai harus hadir sejak sebelum berangkat, saat bekerja, sampai pulang. Bukan hanya saat ada masalah. Kalau itu bisa diperjuangkan, dampaknya akan terasa langsung bagi keluarga pekerja migran di Magetan,” ujarnya.
Bagi Trismini, isu pekerja migran perempuan bukan sekadar statistik atau program, melainkan soal martabat dan keberlanjutan keluarga. Ia berharap Konfercab PDIP Magetan dapat menjadi titik awal penguatan komitmen partai terhadap kelompok yang selama ini bekerja jauh dari sorotan, namun menopang banyak rumah tangga di daerah. (far/mk)





