DUA hari terakhir publik dihebohkan dengan ramenya berita Seorang aggota DPRD provinsi jatim dari Dapil IX (Magetan,Ngawi,Ponorogo,Pacitan dan Trenggalek) menjadi saksi dalam kasus peredaran narkoba.
Dan yang mengejutkan ternyata setelah dites urine hasilnya positif mengandung narkoba. Publik mulai ramai mendesak agar yang bersangkutan segera di ganti karena dianggap mencederai hati masyarakat.
Aparat penegak hukum berpedoman pada Surat Edaran Mahkamah Agung bahwa oknum anggota DPRD Provinsi tersebut dianggap sebagai korban yang harus di rehabilitasi bukan dipidana.
Pada kasus ini, anggota DPRD provinsi Jatim ini sebagai saksi dan korban, bukan sebagai tersangka.Apakah dengan kasus tersebut anggota dewan tersebut bisa diberhentikan atau di PAW?
Pada pasal 16 ayat 1 Undang undang no 2 tahun 2011 yang mengatur pemberhentian keanggotaan partai politik menyatakan bahwa anggota partai politik bisa dihentikan keanggotaannya apabila meninggal dunia,mengundurkan diri secara tertulis dan menjadi anggota partai yang lain serta apabila dianggap melanggar AD/ART partai politik.
Pasal 16 ayat 3 Undang undang no 2 tajun 2011 secara jelas mengatur apabila anggota partai politik yang diberhentikan Adalah anggota dewan perwakilan rakyat maka harus diawali dengan pemberhentian dahulu angota tersebut dari partai politik, barulah proses pemberhentian dari keanggotaan lembaga Dewan Perwakilan Rakyat. Kemudian Penggantian antar waktu menggunakan dasar hukum Undang undang no 17 tahun 2014 tentang MPR,DPR,DPD dan DPRD (UU MD3).
Di pasal 239 ayat (2) huruf d meyatakan bahwa anggota Dewan Perwakilan Rakyat diberhentikan antar waktu apabila diusulkan oleh partainya. Jadi jelas menurut undang undang kasus yang menimpa Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi jatim tersebut tidak serta merta bisa diganti oleh orang lain.
Semisal klo sudah menjadi terpidana pun, harus sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap (incracht).
Karena yang bersangkutan Adalah anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang berasal dari salah satu partai besar di Indonesia, maka penyelesainnya tidak semata mata memakai koridor hukum saja.
Politik tidak hanya urusan hukum saja, PDIP yang mempunyai jargon partainya wong cilik selama ini tidak mentolerir terhadap kader partainya yang terjerat narkoba.
Apakah PDIP mempertaruhkan reputasinya dengan membiarkan kasus tersebut atau dengan memecat anggota partai tersebut yang akan dilanjutkan dengan menindaklanjuti melakukan Pergantian antar waktu?
Kalau PDIP pingin bersih dan menunjukkan kedisplinan terhadap kader yang bermasalah, maka PDIP harus berani “memecat” kader tersebut. PDIP kali ini harus tegas memecat kadernya seperti kasus di Gorontalo.
Partai harus tegas karena yang bersangkutan adalah tokoh partai,anggota dewa juga, maka sudah seharusnya diberi sangsi. Karena ini bukan hanya urusan pribadi saja melainkan soal etika public dan intregitas partai.
Dalam kasus ini PDIP berada dipersimpangan jalan, jika membiarkan kadernya tersebut tidak diberi sangsi, maka citra partai akan tergerus, lawan politik akan memanfaatkan momentum ini dengan membangun narasi partai terbesar pun kompromi dengan narkoba.
Maka semua Kembali ke partai politik mana jalan yang mau diambil..Semua pilihan tentu ada resikonya.*
*Ditulis oleh: Ahmad Setiawan, S.H., M.H., Praktisi Hukum, Managing Partner AS Law Firm, Koordinator LBH No viral No justice Magetan





