ENAM bulan sebelum masa jabatan saya habis, setelah melakukan evaluasi terhadap diri saya sendiri, saya sudah berketetapan untuk tidak lagi maju dalam pilkada 2024. Hal ini sudah saya bicarakan dan sampaikan kepada istri dan anak-anak saya. Namun saya juga berpesan, agar tidak berbicara kepada siapapun. Kalau ditanya, cukup tersenyum saja. Atau dijawab diplomatis, terserah kepada yang dulu meminta saya untuk maju untuk mencalonkan diri.
Kalau boleh flashback, berat sebetulnya ketika saya memutuskan untuk maju ketika itu. Sudah berulang kali saya menyatakan menolak, karena saya merasa sudah nyaman setelah pensiun dari jabatan struktural di kementerian, langsung diminta untuk menjadi widyaiswara, mengajar di berbagai perguruan tinggi di Jakarta, menjadi narasumber, menulis sesuai panggilan jiwa saya. Namun desakan yang demikian tinggi, sampai-sampai salah satu tokoh Magetan yang berinisiatip kemudian mengumpulkan istri dan anak-anak saya, karena saya terus-menerus menolak.
Salah satu kalimat yang kemudian meluluhkan saya adalah,”Dik Prawoto negara kita itu negara yang kurang beruntung. Karena apa? Karena banyak dikuasai oleh orang-orang yang kurang amanah. Oleh sebab itu dik, saya saat ini dipercaya memegang jabatan ini di Jakarta yang mau ikut memperbaiki negeri ini sesuai jabatan saya sekarang. Dik Prawoto saya minta bisa pulang, coba benahi di Magetan. Masa Dik Prawoto tega melihat daerah kita tetap seperti itu. Dan mbak (kepada istri saya) dan adik-adik (kepada anak-anak saya) bapakmu saya dan teman-teman yang meminta.”
Saya hanya diam dan istri dan anak-anak saya pada akhirnya menyerahkan sepenuhnya. Namun saya kemudian meminta, seandainya nanti jadi betul menjadi bupati semua tidak boleh mengganggu saya. Tidak ada artinya kalau saya bekerja diganggu dengan permintaan ini dan itu. Tentu saya akan tidak amanah sesuai yang diharapkan. Kalau mau mengontrol kalau saya dianggap menyimpang silahkan, justru itu yang saya minta. Demikian juga permintaan yang sama saya sampikan ketika dalam pertemuan besar diaspora Magetan yang ada di Jakarta.
Semua setuju, dan semua mendukung, karena semua ingin Magetan menjadi lebih baik. Tidak ada satupun waktu itu yang tidak setuju. Dan saya tidak mau menggandaikan nama saya yang sudah saya rintis dan jaga sejak berkarier dari bawah, mulai kepala sub bagian, kepala bidang, kemudian tahun 2002 sebagai Kepala Dinas Infokom Provinsi Jawa Timur.
Tahun 2005 kemudian ditarik Pak Sofyan A Djalil sebagai Menkominfo ke Jakarta sebagai Kepala Badan Informasi Publik kemudian menjadi Dirjen Informasi Publik, Sfat Ahli Menteri, Irjen dan terakhir sebagai Sekretaris Jenderal. Empat belas tahun saya sebagai eselon satu di Jakarta dengan empat menteri pernah bekerja sama. Sebuah karier puncak yang diimpikan semua PNS. Semua jabatan yang yang raih jauh sekali dari KKN. Oleh sebab itu, sejak dulu saya paling tidak senang KKN.
Dan juga sumpah saya sejak dulu, kalau saya sudah mendapatkan takdir Tuhan karier yang demikian, zalim rasanya kalau saya juga tidak memperlakukan staf-staf saya melebihi yang selama ini saya dapatkan. Oleh sebab itu, sejak saya menjabat di level apapun saya selalu berusaha meperlakukan staf saya sama baik bahkan melebihi kebaikan yang saya dapatkan dulu.
Sudah berapa staf-staf saya kirim ke universitas yang baik di luar negeri untuk mengambil master dengan berbagai disiplin ilmu. Juga mengambil master dan doktor di universitas terbaik di dalam negeri. Saya selalu menekankan, kalau sekolah yang bener. Demikian juga kalau bekerja yang bener. Hal yang sama juga tetap saya lakukan selama bekerja di Magetan.
Bayangkan, dulu saya sekolah mulai S1, S2 sd S3 biaya sendiri. Tidak dengan staf saya, banyak yang telah saya carikan beasiswa dan juga dari universitas terbaik di dalam dan luar negeri. Dan mantan staf saya saat ini sudah menduduki posisi yang strategis, baik di provinsi maupun di kementerian. Senang melihat hal yang demikian.
Demikian juga ketika saya bekerja mulai dari tingkat paling bawah sampai tingkat eselon tertinggi menjauhkan sekali perilaku menyimpang. Rejeki yang saya bawa pulang ke rumah harus yang baik. Saya punya keyakinan, bila rejeki yang kita bawa pulang rejeki yang baik, akan juga membawa kebaikan dalam keluarga saya.
Maka ketika kemudian saya terpilih sebagai Bupati Magetan, langkah pertama yang saya lakukan adalah mengumpulkan keluarga besar saya. Dalam pertemuan keluarga besar, saya hanya berpesan satu saja,”Saya minta selama saya menjabat sebagai bupati, tidak boleh seorangpun mengganggu masto (panggilan saya di keluarga besar). Nitip untuk masuk menjadi pegawai, minta proyek, dan nitip apapun terkait dengan jabatan saya.” Dan itu tetap akan saya pegang teguh.
Dan saya berusaha untuk menjalani track yang benar selama menjabat Bupati Magetan. Karena saya yakin sebuah pepatah mengatakan,”Ikan itu tidak pernah busuk dari ekornya, tapi pasti dari kepalanya.” Demikian ungkapan itu sering saya sampaikan disetiap kesempatan, agar yang menjadi pimpinan di level apapun bisa memberikan contoh yang baik kepada staf masing-masing.
Pada awalnya, saya yakin semua akan skeptis. Mungkin sudah menjadi budaya yang selama ini dianggap biasa. Apa-apa selalu dihargai dengan uang. Dan budaya ini dipercaya tidak akan mungkin bisa berubah. Tetapi harus dimulai. Perkara kemudian nantinya terjadi berbagai macam persepsi, waktu yang akan menjawabnya sendiri. Tidak perlu saya terlalu banyak mengeluarkan energi yang tidak perlu. Justru kita harus yakin, biar yang menjelaskan orang lain, bukan kita.
Ketika awal menjabat saya juga mengumpulkan orang dekat di sekitar saya. Baik sekpri, driver dan lainnya. Saya selalu menekankan, bahwa kalau bekerja dengan saya jangan berharap lebih secara materi dari saya. Kalau saya memberi sesuatu secara pribadi, saya bisa menjamin bahwa yang saya berikan pasti dari sumber yang baik. Tapi yakinlah, bekerja dengan saya akan aman, karena saya tidak mau laku nyimpang dan menjerumuskan panjenengan semua ke hal-hal yang tidak baik.
Demikian juga kepada seluruh kepala dinas, dan seluruh jajaran Pemda Kabupaten Magetan, saya selalu minta agar bekerja dengan baik. Menjabat itu adalah kesempatan emas. Bukan kesempatan emas untuk mengumpulkan kekayaan, mernahake anak dan keluarganya, teman-temannya, kelompoknya, tapi mestinya justru sebaliknya.
Menjabat itu justru kesempatan untuk menorehkan tinta emas. Ya, tinta emas untuk kebaikan agar dikenang. Harimau mati meninggalkan belang, gajah mati meninggalkan gading, manusia mati meninggalkan nama. Tentu bisa diartikan, bahwa manusia itu kelak bila meninggal yang dikenang adalah perbuatannya. Sekali lagi perbuatannya, baik atau buruk.
Juga saya sering mengatakan dimana ada kesempatan, untuk selalu menanamkan kebaikan,”Coba bayangkan, kita ini semua lahir di Magetan. Kecil sampai remaja di Magetan. Sekolah mulai TK sampai SLTA di Magetan. Mungkin kuliah sebentar baru keluar magetan. Kemudian saat ini bekerja di Magetan. Nanti setelah pensiun juga akan tinggal di Magetan. Dan kalau kemudian nanti waktunya dipanggil Yang Kuasa juga akan dikubur di Magetan. Pertanyaan saya, apa alasannya kok tidak mau berbuat kebaikan di Magetan. Justru sebaliknya. Terus alasannya apa?
Dan itulah yang selalu menjadi pegangan saya selama menjadi Bupati Magetan. Apakah yang saya katakana itu benar, jawabannya monggo bertanya pada hati nurani panjenengan masing-masing. Sebenarnya tidak hanya selama menjadi bupati, seperti yang saya sampaikan di atas, dimanapun saya berusaha untuk menanamkan kebaikan. Kasihan istri, anak juga saudara serta teman-teman saya kalau kelak saya dimana-mana hanya mendapat rasan-rasan tidak baik. Betapa menderitanya. Itu yang saya jaga.
Ternyata mengajak kebaikan itu tidak mudah. Malah justru sebaliknya, saya dianggap salah. Karena tidak mau memenuhi permintaan, yang menurut hati nurani saya sangat bertentangan. Dan itu justru merupakan tantangan menjadi pimpinan sekarang ini, yang memang seharusnya selalu mengarahkan dan membawa gerbongnya ke arah kebaikan. Bukan hanya nurut dibawa ke arah sebaliknya. Hanya seorang pemimpin yang punya pendirian kuat dan visi ke depan yang tidak akan pernah goyah, dan tentu nantinya bisa membawa gerbong ke arah tujuan waulupun mendapat tekanan sebesar apapun, untuk mau dibelokkan.
Setelah saya selesai menjabat, sebenarnya saya akan mengadakan jumpa pers sekaligus pamit untuk tidak mencalonkan lagi. Namun niat saya itu dicegah oleh senior saya yang dulu merupakan salah satu yang mendorong saya. Saran beliau, agar saya diam saja, tidak usah bicara apapun. Dan saran itu saya turuti. Setiap ada yang telepon, pesan lewat WhatsApp tidak pernah saya jawab.
Demikian juga banyak yang datang ke rumah. Saya selalu mengalihkan pembicaraan. Sebenarnya sinyal langkah saya setelah selesai menjabat saya tidak ikut ibu saya di Maospati, justru menjauh tinggal bersama anak saya yang bekerja sebagai dokter spesialis anak di dr. Sudono Madiun merupakan betuk menjauhnya saya dari pilkada di Magetan.
Pada kesempatan ini, bagi siapapun baik perorangan maupun kelompok yang selama ini mendukung saya, ikut membantu berbuat kebaikan di Magetan saya ucapkan terima kasih sekaligus mohon pamit serta mohon ijin. Bagi yang selama ini tidak setuju dengan kebijakan saya selama menjabat, saya sebagai manusia biasa mohon maaf.
Mari kita jangan pernah berhenti untuk berbuat kebaikan. Dan supaya dikatakan baik itu, tidak perlu menjelekkan orang lain. Karena kebenaran dan kebaikan itu tidak pernah bohong. Waktu yang secara adil nanti akan menjawabnya. Ingat Pak Harto. Dulu dikatakan pusat keburukan, biang segala KKN, ternyata sekarang ini justru dirindukan. *
*Ditulis Oleh: Suprawoto, Bupati Magetan (2018-2023)
Catatan: tulisan ini sumbangan tulisan untuk Jawa Pos Radar Magetan, dan media online: Magetankita.com, Inti Jatim dan Seputar Jatim.