Kekalahan Jepang dalam Perang Pasifik mulai terlihat sejak tahun 1944. Tentu kekalahan demi kekalahan menjadikan Jepang berpikir ulang terhadap daerah jajahannya. Yang sebelumnya sangat kejam, menjadi lebih melunak. Bahkan aktivitas yang dulunya dilarang sangat keras, malahan justru diperbolehkan.
Pada permulaan September 1944, tersiar janji PM Kaiso Indonesia akan dimerdekakan kelak dikemudian hari. Tentu kabar tersebut disambut dengan sukacita. Rapat-rapat umum diadakan di Jakarta. Sukarno-Hatta sampai harus berbicara di lapangan Ikada untuk menyambut janji-janji Jepang.
Sejalan dengan pengumuman PM Kaiso, utamanya di Jawa banyak terjadi perubahan dan kelonggaran. Lagu Indonesia Raya boleh dinyanyikan. Bendera Merah Putih boleh dikibarkan bersama-sama dengan Hino-maru. Kebijakan ini tentu untuk mengambil hati, agar rakyat Indonesia bersedia membantu Jepang melawan Sekutu.
Apalagi sebelumnya sudah dibentuk PETA pada tahun 1943. Merupakan tentara sukarelawan yang dibentuk oleh Pemerintah Jepang saat mengusai bangsa Indonesia periode 1942 hingga 1945. PETA memiliki peran penting untuk menjaga kemerdekaan bangsa Indonesia, meski awalnya disiapkan dan bertugas membantu Jepang dalam peperangan Asia Timur Raya.
Bahkan PETA kemudian menjadi cikal bakal terbentuknya Tentara Nasional Indonesia (TNI). Dan Sukarno untuk meyakinkan rakyat terhadap pentingnya PETA, turun ke berbagai daerah.
Bahkan pada bulan Desember 1944, banyak tokoh-tokoh nasional yang diangkat menjadi Sanyo pada tiap depertemen. Sanyo merupakan wakil ketua departemen. Kebijakan ini dilakukan sebagai realisasi janji Jepang, bila kelak Indonesia sudah merdeka sebagai wahana latihan memimpin departemen.
Pada tanggal 1 Maret 1945 diumumkan, dibentuknya Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Namun BPUPKI baru diresmikan tanggal 29 April 1945 bertepatan dengan hari ulang tahun Kaisar Hirohito. BPUPKI memiliki 67 anggota, terdiri dari 60 orang Indonesia dan 7 orang dari pihak Jepang. Sidang pertama dilaksanakan pada tanggal 29 Mei-1 Juni 1945. Sebagai pimpinan Dr Radjiman Wediodiningrat.
Setelah menyelesaikan tugasnya, BPUPKI dibubarkan, karena dianggap sudah berhasil menyusun rancangan UUD. Sebagai gantinya, permulaan Agustus 1945 Jepang membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) atau Dokuritsu Zyunbi Iinkai. Sebagai pimpinan PPKI ditunjuk Sukarno dan sebagai wakil Hatta. Anggotanya diangkat sebagai cermin mewakili Indonesia, yang terdiri sembilan orang dari Jawa dan 12 orang dari luar Jawa.
Tanggal 6 Agustus dan 9 Agustus 1945 kota Hiroshima dan Nagasaki dibom atom oleh Amerika Serikat. Dua kota itu luluh lantak. Dan tanggal 9 Agustus 1945 Sukarno, Hatta dan dr. Radjiman Wediodiningrat dipanggil ke Dalat sebelah Utara Saigon tempat Jenderal Terauchi bermarkas.
Perjalanan yang harus menginap di Singapura dan Saigon, akhirnya tanggal 12 Agustus 1945 jam 10.00 waktu setempat ketiga utusan diterima Jenderal Terauchi. Waktu diterima, dalam sambutan pendek Terauchi mengucapkan selamat, pemerintah Jepang di Tokyo memberikan kemerdekaan kepada Indonesia.
Tentu ketiganya, merasa lega dan gembira mendengar apa yang disampaikan Terauchi. Lebih-lebih Hatta.
Karena tanggal 12 Agustus 1945 bertepatan dengan hari ulang tahun Hatta. Kelegaan dan kebahagian Hatta bisa dimengerti, mengingat setelah sekian lama berjuang pengakuan kemerdekaan Jepang bersamaan dengan hari ulang tahunnya.
Ketika Sukarno bertanya kepada Terauchi kapan pengumuman kemerdekaan itu bisa disampaikan kepada seluruh rakyat Indonesia. Pertanyaan Sukarno itu kemudian dijawab oleh Terauchi, terserah kepada Tuan-tuan Panitia Persiapan. Kapan saja dapat. Itu sudah menjadi urusan tuan. Setelah pertemuan, ketiganya kembali dengan melalui rute yang sama.
Tanggal 14 Agustus 1945, pesawat yang membawa ketiganya mendarat di Kemayoran. Di bandara sudah dijemput oleh Gunseikan, Sumobuco dan beberapa pembesar Jepang lainnya. Tak terkecuali masyarakat dan beberapa pemimpin Indonesia ikut menjemput. Sukarno kemudian diminta menyampaikan pesan dan informasi yang perlu disampaikan.
Tentu Sukarno tidak mau mengecewakan yang sudah menjemput. Dalam kesempatan itu disampaikan, apabila dulu aku katakan bahwa Indonesia akan merdeka sesudah jagung berbuah, sekarang dapat dikatakan Indonesia akan merdeka sebelum jagung berbunga. Ucapan itu disambut oleh rakyat banyak dengan tepuk tangan dan bersorak, Indonesia merdeka.
Sesampainya di rumah masing-masing Hatta sudah ditunggu Syahrir. Menurut Syahrir penyataan kemerdekaan supaya segera disampaikan segera kepada seluruh rakyat melalui corong radio. Karena Jepang menurut siaran radio yang ditangkap, telah meminta damai dengan sekutu. Pernyataan kemerdekaan jangan dilakukan oleh PPKI. Kalau ini dilakukan, kemerdekaan Indonesia dicap sebagai buatan Jepang oleh Sekutu.
Hatta setuju dengan pendapat Syharir, namun sangsi apakah Sukarno bersedia, mengingat selama ini Sukarno sebagai ketua PPKI dan Hatta menjadi wakil sudah demikian jauh mempersiapkan kemerdekaan dengan disertai alat kelengkapannya. Tiba-tiba meninggalkan PPKI setelah ada kesempatan menyatakan kemerdekaan.
Agar lebih jelas, kemudian Hatta menemui Sukarno dengan mengajak Syahrir. Setelah disampaikan usul Syahrir, betul Sukarno tidak setuju. Aku tidak berhak bertindak sendiri, hak itu adalah tugas PPKI yang aku jadi ketuanya. Alangkah janggalnya di mata orang, setelah kesempatan terbuka untuk mengucapkan Indonesia Merdeka, aku bertindak sendiri melewati PPKI yang aku ketuai, demikian Sukarno beralasan.
Keesokan harinya, tanggal 15 Agustus 1945 Sukarno-Hatta disertai Mr Subardjo mencoba mencari informasi kepada markas besar Angkatan Perang Jepang. Dan kemudian bertemu dengan Admiral Maeda. Pada kesempatan tersebut ditanyakan apakah benar bahwa Jepang minta damai dengan Sekutu. Admiral Maeda berterus terang, menurut informasi dari radio Sekutu betul. Namun belum secara resmi menerima perintah dari Tokyo.
Dari informasi tersebut, ketiganya yakin bahwa Jepang telah menyerah. Untk itu Hatta mengusulkan kepada Sukarno agar esok tanggal 16 Agustus dilakukan sidang PPKI jam 10.00 bertempat di Kantor Dewan Sanyo Kaigi Pejambon. Kebetulan sekali semua anggota PPKI telah berkumpul dan menginap di Hotel des Indes.
Malam harinya, ketika Hatta sedang mencoba mengetik naskah pernyataan proklamasi, sekitar jam 21.30 datang Mr Subardjo. Yang kemudian mengajak Hatta agar datang ke rumah Sukarno, karena Sukarno sedang dikerumuni oleh para pemuda yang mendesak agar malam itu juga segera diproklamasikan kemerdekaan Indonesia melalui corong radio.
Betul, sukarno terus didesak para pemuda. Namun Sukarno terus menolak, dengan alasan bahwa Jepang sudah mengambil keputusan untuk memerdekakan Indonesia. Dan esok pagi tanggal 16 Agustus PPKI akan bersidang melaksanakan kemerdekaan itu. Kemudian mengesahkan rancangan UUD yang telah disiapkan oleh BPUPKI, memilih pemerintahan di pusat dan berbagai daerah. Sesudah itu, anggota PPKI kembali ke daerah untuk menyusun pemerintahan dan mempertahankan kemerdekaan.
Para pemuda memandang itu tidak perlu. Itu semua menggambarkan Indonesia merdeka buatan Jepang. Kita mau Indonesia merdeka buatan sendiri. Bahkan salah satu pemuda Wikana mengatakan,Apabila Bung Karno tidak mau mengucapkan pengumuman kemerdekaan itu mala mini juga, besok pagi akan terjadi pembunuhan dan penumpahan darah.
Ancaman dari pemuda Wikana tidak menyiutkan nyali Sukarno. Bahkan Sukarno mendengar ancaman itu langsung naik darah. Menuju ke arah Wikana sambil menunjukkan lehernya dan berkata, Ini leherku. Seretlah aku ke pojok sana. Dan sudahilah nyawaku malam ini juga. Jangan menunggu sampai besok.
Pemuda Wikana terperanjat melihat sambutan Sukarno yang di luar dugaannya. Lalu kemudian berkata, maksud kami bukan membunuh bung. Melainkan kami mau memperingatkan, apabila kemerdekaan Indonesia tidak dinyatakan malam ini juga, besok rakyat akan bertindak dan membunuh orang-orang yang dicurigai, yang dianggap pro-Belanda. Gertak sambal tidak mempan. Dan akhirnya semua membubarkan diri.
Sukarno-Hatta pagi itu di rumah masing-masing selagi makan sahur dipaksa untuk mengikuti sekelompok pemuda dipimpin Sukarni diculik ke Rengasdengklok. Ibu Fatmawati berserta Guntur yang masih bayi diajak serta. Diharapkan Sukarno-Hatta dapat memimpin dari sana. Dengan mobil dua orang pemimpin bangsa dipaksa untuk mengikuti kehendak para pemuda dengan alasan nanti siang menjelang jam 12.00 sebanyak 15.000 rakyat akan menyerang Jakarta dan melucuti senjata Jepang.
Sukarno menduga, Syahrir yang menyala-nyalakan api para pemuda itu. Dia tertawa mengejek dengan diam-diam tidak pernah dihadapanku. Sukarno itu gila. Sukarno ke-Jepang-jepangan. Dia berbuat curang. Dan sesungguhnya apa yang telah dikerjakan oleh Syahrir untuk republic? Tidak ada, selain mengkritikku. Selagi aku mempertaruhkan nyawa dalam memegang pimpinan, dia duduk dengan tenang dan aman mendengarkan radio gelap. Itulah kegiatan bawah tanahnya.
Sedang Hatta berpikir, apa jadinya dengan PPKI yang telah diundang untuk bersidang jam 10.00. Apakah mungkin mengadakan rapat tanpa ada pemimpinnya. Sedang Sukarno-Hatta diculik. Suatu keadaan yang tidak akan dilakukan oleh anggota PPKI disaat yang genting seperti itu.
Sesampainya di Rengasdengklok semua ditempatkan di asrama PETA. Yang penghuninya sekitar 40-50 orang. Kemudian Sukarno-Hatta dipindahkan ke rumah seorang tuan tanah Tionghoa yang dikosongkan.
Waktu menunjukkan pukul 18.00. Sukarni sebagai pemimpin yang menculik, memberitahu bahwa Mr Subardjo datang menyusul atas perintah Gunseikan agar Sukarno-Hatta segera dibawa kembali ke Jakarta. Ternyata gerakan rakyat yang dikatakan para pemuda akan menyerbu Jakarta dan melucuti Jepang tidak ada. Jakarta aman-aman saja. Dan juga tanpa Sukarno-Hatta PPKI tidak bisa melaksanakan sidangnya sesuai rencana.
Setelah beberapa waktu mobil membawa Sukarno-Hatta kembali ke Jakarta, sebelah Barat langit berwarna merah. Sukarni menduga bahwa revolusi sudah mulai. Dan rumah-rumah kaum Tionghoa sudah mulai dibakar. Oleh sebab itu Sukarni mengusulkan, agar rombongan kembali. Namun Sukarno minta agar memeriksa, warna merah itu kerusuhan atau sebab yang lain. Setelah diperiksa warna merah ternyata petani yang sedang membakar Jerami.
Sampai di Jakarta sekitar jam 20.00. Hatta minta agar Mr Subardjo menelpon Hotel des Indes tempat menginap anggota PPKI, agar menyediakan tempat malam itu juga untuk mengadakan rapat. Sebagai tindak lanjut rapat pagi yang gagal karena Sukarno-Hatta diculik. Namun sesuai ketentuan, bahwa lewat jam 22.00 sudah tidak boleh lagi mengadakan kegiatan di hotel.
Sebagai jalan keluar, Mr Subardjo mengusulkan minta tolong menggunakan ruang tengah rumah admiral Maeda. Dan Maeda mengijinkan. Akhirnya semua anggota PPKI dihubungi untuk hadir di rumah Maeda tepat pukul 24.00 tepat untuk meneruskan rapat yang tidak jadi.
Sebelum menghadiri rapat, Sukarno-Hatta diminta bertemu Mayor Jenderal Nishimura. Dalam pertemuan tersebut Nishimura menyampaikan, apabila rapat itu berlangsung pagi tadi akan kami bantu. Akan tetapi setelah tengah hari, kami harus tunduk kepada perintah sekutu dan tiap-tiap perubahan status quo tidak diperbolahkan. Jadi, sekarang rapat PPKI itu terpaksa saya larang.
Kemudian Sukarno-Hatta menjawab yang intinya, sekarang rakyat Indonesia sudah tahu Jepang menyerah kepada Sekutu dan mereka tidak lupa bahwa Jepang sudah menjanjikan kemerdekaan Indonesia. Kalau Jepang sudah tidak menepati janjinya, rakyat Indonesia sendiri akan memerdekakan dirinya.
Semangat rakyat yang bergelora sekarang akan diperhatikan oleh Sekutu, kecuali Belanda. Oleh sebab itu Jepang tidak perlu lagi menolong kami. Kami minta jangan kami dihalang-halangi. Rakyat Indonesia, dengan pemuda dimuka, bersedia mati untuk melaksanakan cita-cita Indonesia Merdeka.
Nishimura menjawab, aku menangis dalam hati. Akan tetapi apa boleh buat. Kemudian ditanyakan selanjutnya, kalau Sukarno-Hatta menyatakan kemerdekaan sesuai janji yang tidak dapat direalisasikan, apakah tentara Jepang akan menembaki pemuda Indonesia. Nishimura menjawab, apa boleh buat. Dengan hati yang luka terpaksa kami akan melakukannya.
Jalan buntu, dan Jepang pada pendiriannya sudah sebagai alat Sekutu maka Sukarno-Hatta meninggalkan rumah Nishimura kembali ke rumah Maeda pada jam 03.00 dini hari. Ruangan sudah penuh dengan anggota PPKI. Bahkan di depan rumah sudah banyak pemuda dan masyarakat yang menonton dan menunggu hasil pembicaraan.
Sukarno-Hatta masuk di ruang tamu kecil bersama Mr Subardjo, Soekarni dan Sayuti Melik. Ketiganya sepakat, pagi itu tanggal 17 Agustus 1945 harus sudah ada pernyataan kemerdekaan. Kemudian Sukarno bicara, aku persilahkan Bung Hatta Menyusun teks ringkas itu sebab bahasanya kuanggap yang terbaik. Sesudah itu kita persoalkan bersama-sama. Setelah kita memperoleh persetujuan, kita bawa ke muka sidang lengkap yang sudah hadir di ruang tengah.
Kemudian Hatta menolak. Dan menjawab,Apabila aku mesti memikirkannya, lebih baik Bung menuliskan, aku mendektekannya. Kalimat pertama diambil dari alenia ketiga rancangan UUD mengenai proklamasi. Sukarno minta kertas selembar, dari buku tulis bergaris biru. Disobeknya selembar kertas dari buku, kemudian Sukarno menulis. Di sini terjadi perbedaan.
Konsep teks proklamasi yang ada coretan, dan setelah melalui diskusi kecil dan kemudian dibawa ake sidang PPKI hasilnya diketik oleh Sayuti Melik yang berbunyi,
Proklamasi
Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia. Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l. diselenggarakan dengan tjara-tjara saksama dan dalm tempo jang sesingkat-singkatnja.
Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05
Atas nama bangsa Indonesia
Soekarno-Hatta
Ketika kemudian Sukarno-Hatta menandatangani proklamasi waktu menjelang pagi. Langit di Timur sudah memerah. Konsep tulisan tangan kemudian disimpan oleh BM Diah. Seorang wartawan yang kemudian atas dasar konsep proklamasi, Diah membuat selebaran pagi itu juga yang disebar di Jakarta.Sebelum rapat ditutup, Sukarno mengingatkan bahwa hari itu juga tanggal 17 Agustus 1945 pukul 10.00 proklamasi akan dibacakan di muka rakyat di halaman rumahnya di Pegangsaan Timur 56 Jakarta. Sejarah mencatat, proklamasi sudah dibacakan sesuai rencana. Kita semua saat ini tinggal menikmati kemerdekaan itu dan mengisinya sesuai harapan founding fathers kita. Dan saat ini kita menjadi saksi upacara peringatan detik-detik Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia ke-79 tanggal 17 Agustus 2024 di Ibu Kota yang baru IKN. (sumber buku: Hatta, BM Diah dan Cindy Adams). *
Catatan: Tulisan ini sumbangan tulisan untuk Magetankita.com, Intijatim.id, Seputarjatim.co.id dan Jawa Pos radar Madiun.
*Ditulis oleh: Suprawoto, Bupati Magetan (2018-2023)