Kamis, 12 Juni 2025

Tanggapan untuk Diana Sasa, Magetan Menunggu Gebrakan: Menata Praja, Memakmurkan Jelata

MENARIK menyimak uraian Diana Sasa dalam 3 tulisan bersambung di Media ini dengan Tajuk: “NIAT Dilantik: Menunggu Gebrakan “. Tulisan yang membawa pesan kritis dan harapan menjulang terhadap kiprah duet pemimpin baru Magetan, Nanik Endang Rusminiarti – Suyatni  Priasmoro.

Pesan kritis yang disampaikan Diana Sasa terkait dengan strategi pemimpin baru dalam mewujudkan janji politik kampanye dan visi misi keprograman yang akan dituangkan dalam dokumen RPMJD  Magetan 2025-2030.

Pemimpin baru Magetan sangat diharapkan untuk bekerja keras dengan mendayagunakan sumber daya manusis di struktur birokrasi dan dengan kerja cerdas bisa mengoptimalkan potensi sumber daya alam maupun sumber daya ekonomi yang tersedia di Kabupaten Magetan.

Terkhusus implementasi mewujudkan program ketahanan pangan (Food security)  ditegaskan agar tidak terpaku pada data statistik namun pada tingkat kesejahteraan masyarakat. Untuk apa tercapai program ketahanan pangan, atau lebih  “bombastis” nya swasembada pangan (kemandirian pangan) jika daya beli masyarakat terhadap bahan pangan tidak meningkat? Ketahanan pangan harus membawa kesejahteraan bagi petani dan mengurangi indeks gini kemiskinan.

Demikian kepemimpinan baru Magetan agar benar benar mampu melanjutkan program kebijakan yang baik bupati sebelumnya. Tidak mengganti program kebijakan yang cenderung meningkatkan kapasitas layanan publik dengan program kebijakan yang justru merugikan kepentingan publik. Pemimpin baru Magetan harus mampu menjadi tokoh rekonsiliator masyarakat untuk mencapai soliditas kolektif dalam mendukung pembangunan daerah dan pemberdayaan masyarakat.

Menggagas Magetan, sebenarnya berfikir tentang  imajinasi akan lompatan kemajuan daerah. Kabupaten Magetan. Lompata kemajuan daerah yang diukur dari  indikator ekonomi makro dan ekonomi mikro, perkembangan sektor strategis seperti Industri, Pertanian, Perdagangan dan pariwisata, maupun realisasi investasi yang membuka lapangan kerja yang layak bagi masyarakat. Indikator tata kelola pemerintahan yang mendekat dengan karakter good Governance sangat didambakan.

Indikator lompatan kemajuan Magetan secara kuantitatif bisa dibaca dalam data primer maupun sekundet baik yang dirilis Lembaga Negara seperti BPS yang setiap awal tahun selalu melaunching Data Magetan Dalam Angka.

Sementara  secara kualitatif yang diuji dari persepsi, opini, pendapat umum yang tersampaikan di berbagai ruang diskusi, obrolan masyarakat. Untuk mendapatkan data yang presisi memang perlu riset partisipatori dengan menggunakan metodologi ilmiah.

Capaian kualitatif yang secara kasat mata dirasakan oleh masyarakat dan tidak membutuhkan presentasi statistik yang rigid sebenarnya bisa dilihat dari beragam hasil pembangunan fisik, inovasi daerah yang bersentuhan dengan kepentingan masyarakat, standar kualitas layanan sosial dasar dibidang pendidikan dan kesehatan, kemudahan masyarakat terhadap akses pangan yang murah  yang terjangkau oleh daya beli masyarakat kelas menengah ke bawah sekalipun. Tidak butuh ukuran garis kemiskinan ala world Bank maupun garis kemiskinan yang kolot ala BPS.

Dalam pandangan umum masyarakat Magetan, ukuran kemajuan pembangunan jelas terkait dengan Infrastruktur daerah yang menopang kegiatan ekonomi produktif. Masyarakat Magetan memiliki tolok ukur yang komparatif. Di era Bupati Saleh Muljono yang hanya 1 (satu) periode berhasil menorehkan lompatan kemajuan yakni pembangunan jalan tembus Magetan – karanganyar, Pembangunan Gedung DPRD, Pembangunan jalan ring road utara, Pembangunan sarana ekonomi warga dan sebagainya. Sementara era kepemimpinan Soemantri selama 10 tahun tidak mampu menyelesaikan pembangunan Jalan Twin Road Maospati – Sukomoro.

Demikian juga akan dibandingkan 1 periode kepemimpinan Suprawoto yang sempat terinterupsi pandemi Covid 19 sehingga anggaran daerah terkuras untuk program penanganan Covid.

Sementara ukuran Inovasi daerah yang terkait dengan pemikiran pembaruan, Suprawoto berhasil menanamkan ide ide perubahan meski implementasinya belum optimal. Gagasan pengembangan literasi dibangun Graha Literasi plus kegiatan sosiologisnya.

Ide pengembangan pendidikan, lahirlah Kampus Unesa Cabang Magetan yang berdiri megah di area Tanah Kas Daerah (barang milik daerah) yang dihibahkan. Ide konservasi lingkungan tercetus gagasan menanam pohon dan reboisasi secara reguler. Gagasan kepariwisataan lahirlah beberapa destinasi wisata milik Pemerintah Kabupaten: Taman Buah Srogo, Taman Bunga Refugia. Suprowoto meletekkan konsep kepemimpinan berbasis pemikiran yang inovatif.

Konteks kepemimpinan baru Magetan dihadapkan pada pembanding yang jelas yakni capaian pembangunan fisik ala Saleh Muljono atau capaian inivasi daerah model Suprawoto. Bupati Nanik Endang Rusminiarti yang di periode sebelumnya menjabat wakil Bupati sebenarnya memiliki bekal politik untuk mengkonklusikan program unggulan daerah yang “liyan” (the Other) dibandingkan program unggulan Saleh Muljono ataupun Suprawoto. Program kebijakan yang memiliki kekhususan yang belum dicapai oleh para bupati Magetan sebelumnya.

Kepemimpinan Bupati perempuan pertama di Magetan tersebut seyogyanya seharusnya memiliki keberpihakan pada desa dan Masyarakat desa. Nanik Endang Rusminiarti jika ingin berprestasi harus melahirkan prestasi dalam pemberdayaan desa. Tentu saja dengan mendorong penguatan desa tematik yang bisa menjadi referensi bahkan role model bagi daerah lain. Gagasan pengembangan desa wisata, Desa Devisa, Desa Mandiri Energi, Desa Mandiri sampah, desa industri dan sebagainya bisa difasilitasi pemerintahan NIAT selama lima tahun ke depan. Merangkul desa dan stakeholder desa yang kreatif bisa dilaksanakan dengan tentu saja disertai dukungan regulasi, kebijakan dan anggaran.

Demikian kepemimpinan baru Magetan bisa serius melakukan meritokrasi birokrasi. Dimana meritokrasi birokrasi salah satu indikator tata kelola pemerintahan yang good Governance. Birokrasi di Magetan selama ini belum merit sistem. Promosi dan jenjang karir bukan didasari oleh kompetensi, kapabilitas, integritas dan dedikasi. Namun oleh kepentingan politik kekuasaan, kepentingan oligarki ekonomi dan kepentingan jaringan nepotisme berbasis ikatan alumni.

Pemerintahan Nanik Endang Rusminiarti harus tegas mulai memperkuat fundament meritokrasi sebagai aktualisasi penataan birokrasi pemerintahan. Aksi politik kepemimpinan untuk menata praja. Menata birokrasi secara sehat yang mengedepankan prinsip profesionalitas tinggi.

Besar harapan masyarakat kepemimpinan Bupati yang baru, juga konsisten pada iktiar pengeliminasian korupsi birokrasi. Jangan sampai terulang kasus kasus korupsi seperti kasus pengadaan tanah LIK Bendo, Kasus Korupsi pengadaan sepatu PNS, dan sebagainya yang meyeret pejabat eselon 2 sebagai terpidana kasus korupsi. Magetan harus melawan upaya praktek korupsi yang sistematis.

Pemerintahan NIAT harus pula menunjukkan loyalitas pada program kebijakan pemerintah pusat dengan kearifan lokal. Baik dalam mendorong maju Koperasi desa Merah Putih yang harus bersinergi dengan Badan Usaha Milik desa (BUMdes), meningkatkan kualitas layanan MBG dan mempersiapkan sekolah rakyat. Demikian program ketahanan pangan yang beralaskan potensi daerah bisa dijadikan program unggulan yang terpadu. Upaya pengentasan kemiskinan ekstrem dan pengikisan rasio gini (ketimpangan ekonomi) bisa di capai dengan berbagai program strategis daerah yang terukur sesuai kapasitas fiskal yang dimiliki.

Tantangan kepemimpinan Baru Magetan untuk bisa kerja keras dan kerja cerdas seperti yang diampaikan Diana Sasa harus dibuktikan. Dengan meningkatkan kualitas kinerja birokrasi, menggalang dukungan multistakeholder sesuai peran subyektifnya, maupun dengan efektitas pengelolaan anggaran yang tepat sasaran.

Kepemimpinan baru Magetan tidak perlu mencontek populisme “manipulatif” ala Dedi Mulyadi yang sibuk berkonten ria di Media sosial atau meniru watak kepemimpinan yang model komando yang  tidak selaras dengan falsafah hasta brata, kepemimpinan Jawa yang adi luhung.

Tugas yang berat yang harus dilakukan adalah membuat Sejahtera rakyat jelata. Membuat sejahtera dengan program kebijakan yang pro bisnis yang menopang terciptanya lapangan kerja, memperkuat program jaminan sosial melalui anggaran daerah bagi masyarakat miskin dibidang pendidikan dan kesehata, serta mengikis kesenjangan desa – kota dengan program pemberdayaan desa. Sederhana sebenarnya arah filosofi kepemimpinan baru di Magetan untuk bisa eksis dan berprestasi.

Kepemimpinan yang merangkul semua elemen masyarakat yang produktif, kepemimpinan yang menyantuni kelompok sosial yang masuk kategori miskin desil atau miskin ekstrem, dan lebih jauh kepemimpinan yang mendorong inovasi daerah yang memberikan nilai tambah ekonomi.

Kepemimpinan yang ngayomi, ngayemi dan ngrejekeni bagi masyarakat. Key word atau kata kuncinya  kepemimpinan baru Magetan, NIAT jangan memiliki niat korupsi dan melakukan penyalahgunaan kekuasaan untuk kelompoknya.

Menjadi pemimpin daerah yang akan dikenang “abadi” adalah jika berprestasi dan prestasinya dirasakan oleh publik. Bukan prestasi ‘semu” lomba lomba birokrasi yang penuh polesan dan manipulatif.
Pemimpin baru Magetan memang harus kerja maraton dan militan untuk menata praja dan membuat sejahtera takyat jelata, Jika hal tersebut sukses maka merupakan legacy dan sekaligus investasi politik. Begitu. *

*Ditulis oleh: Trisno Yulianto, Koordinator Forum Kajian Ekonomi Perdesaan

Berita Terkait

Hot this week

spot_img

Berita Terbaru

spot_img

Popular Categories