Kamis, 12 Desember 2024

Hari Raya di Era Digital

Kebetulan saya mengalami berbagai jaman di dalam merayaan Hari Raya Idhul Fitri, kalau mengacu perkembangan teknologi jaringan atau network dalam dunia telekomunikasi. Ingatan saya masih kuat, ketika saya merayakan Hari Raya Idhul Fitri di tahun 1964. Ketika itu saya sudah sekolah dasar kelas satu. Bagaimana suasana Hari Raya masa itu, ketika perkembangan teknologi jaringan belum seperti sekarang ini.

Saya tahu namanya tilpon, ketika mulai interaksi dengan kantor pos. Diajak adik ibu membeli prangko. Kemudian semakin akrab dan tahu kantor pos, karena disuruh oleh bapak guru membelikan prangko untuk berkirim surat. Sudah lazim ketika itu komunikasi melalui surat menyurat. Baik untuk mengirim dan menerima informasi kepada keluarga, pacar, dinas, teman atau kepada siapa saja.

Oleh sebab itu, ketika teknologi jaringan belum berkembang, banyak sekali perkenalan melalui surat karena adanya ribrik sahabat pena atau kontak jodoh di media. Perkenalannya tentu sangat personal. Dan tidak jarang jodoh atau bahkan mencari jodoh melalui surat menyurat karena adanya  rubrik itu.

Perkembangan jaringan telekomunikasi ketika itu masih melalui fixed line (jaringan kabel). Dan masih terbatasnya kemampuan masyarakat dari segi ekonomi, mengakibatkan sangat terbatas yang bisa memiliki tilpon fixed line (tilpon kabel). Tilpon betul-betul menjadi barang mewah dan bahkan simbol status.

Untuk membayangkan memiliki tilpon yang tak mungkin terjangkau orang tua kita, sampai barang mainan juga membayangkan enaknya memiliki tilpon. Sampai-sampai anak-anak seperti saya, kalau main-main dengan sesama teman, apalagi di bulan Puasa salah satunya membayangkan memiliki telepon dengan bermain telepon. Alat yang dipakai bekas tempat bedak (merk Rita) yang terbuat dari kertas kardus. Bentuknya bulat. Antara tutup bekas tempat bedak, lantas dihubungkan dengan benang masing-masing sisinya.

Cara memakainya, yang satu dipasang di telinga. Sedang yang satu lawan bicara diletakan di mulut sambil bicara secara bergatian. Itu saja sudah menjadikan permainan jadi asyik dan menyenangkan. Keterbatasan menjadikan anak-anak kreatif dalam mengisi liburan dalam membuat permainan.

Permainan lainnya, karena tidak bisa membeli petasan dan kembang api, di bulan Puasa  akhirnya membuat mercon bumbung. Alatnya terbuat dari bambu yang dipotong kira-kira panjang satu setengah meter. Bambu tersebut mulai bagian atas dilubangi sampai bawah kecuali yang paling bawah (bongkot kalau bahasa Jawa) biar tetap tertutup. Kemudian ros bambu paling bawah saping bagian atas dilubangi kecil unuk menyulut api. Bambungnya diisi minyak tanah. Harganya lebih murah dan efisien, karena bisa disulut berkali-kali bunyinya cukup menggelegar seperti meriam.  

Ketika jaman itu mobilitas masih sulit tidak seperti sekarang. Alat transportasi juga terbatas dan belum terjangkau masyarakat awam. Apabila menjelang hari Raya Idhul Fitri kantor pos sangat amat sibuk. Sibuk melayani masyarakat yang berkirim surat untuk mengucapkan selamat Hari Raya Idul Fitri.

Tidak heran kemudian menjelang Hari Raya Idhul Fitri kantor pos penuh sesak. Bahkan, untuk nyortir surat ucapan sampai meminta tolong anak-anak sekolah, utamanya siswa SMK waktu itu untuk membantu dengan diberikan honor sekedarnya. Dan itu berjalan puluhan tahun sampai ketika masuk tahun 1990-an.  

Pada tahun 1990-an tepatnya 1995 berkembang teknologi jaringan atau 1G atau first generation di Indonesia. Walaupun generasi pertama ini masih analog, namun membuat perubahan sangat cepat. Kita berhubungan tidak lagi memakai tilpon fixed line lagi. Generasi ini masih suara namun sudah mobile. Kita tilpon tidak tergantung kepada tilpon kabel. Saya sendiri memiliki mobile phone ini tahun 1990-an pertengahan, dengan perangkat Motorola. Yang terkenal waktu itu. Dan harganya juga masih sangat mahal. Perangkatnya juga masih memakali antene. Kalau mau memakai atau menerima, antene harus ditarik memanjang.

Hanya selang kira-kira empat tahun, kira-kira tahun 2000-an awal kemudian berkembang jaringan 2G. Pada generasi ini sudah mulai melayani pesan singkat atau Short Message Service (SMS). Dengan berkembangnya teknologi ini memudahkan mengirimkan pesan. Waktu berkembangnya jaringan ini di Jawa Timur menjadi tuan rumah PON 2000 yang berlangsung tanggal 19-30 Juni 2000. Kebetulan saya waktu itu menjadi Humas PON 2000. Sangat terbantu sekali dalam berkomunikasi khususnya dengan media.

Karena harga perangkatnya masih juga mahal demikian juga pulsanya, tentu masih sangat terbatas yang memiliki. Di rumah biasanya yang punya hanya bapak atau ibunya. Anak-anak masih asyik dengan permainan sesuai usianya. Yang dikhawatirkan orang tua terhadap perkembangan anak waktu itu adalah media televisi. Karena TV dianggap kotak ajaib yang sangat mempengaruhi utamanya anak-anak.

Tidak heran bila kemudian anak-anak bila mau sahur dan buka puasa masih selalu di depan TV. Demikian waktu Hari Raya semua stasiun TV berlomba membuat paket acara Hari raya. Dan penonton pasti selalu menunggunya. Sehingga anak-anak sangat hafal betul nama artis yang selalu muncul di TV. Baik itu artis anak-anak maupun dewasa. Tidak heran pada masa-masa itu, muncul artis anak-anak, artis idola remaja serta artis idola orang tua. Karena memang kotak ajaib tersebut masih dianggap menjadi media audio visual yang sangat luar biasa.

Semua seolah terjungkirbalikan ketika teknologi memasuki 3G atau generasi ketiga. Generasi ketiga mampu mentransfer data dengan kecepatan tinggi, serta adanya aplikasi multimedia. Pada tahun 2005 generasi ini betul-betul mengubah semuanya. Harga perangkat menjadi sangat atau malahan amat murah. Semua menjadi dalam genggaman.

Kalau waktu generasi pertama dan kedua yang mempunyai perangkat telekomunikasi hanya ayah atau ibunya. Saat ini semua anggota keluarga memiliki. Malahan para sopir pribadi, pembantu semua memiliki. Ketergantungan kepada alat ini menjadi sangat tinggi. Setiap orang bisa mengirim dan menerima audio visual dengan relatif cepat. Telepon rumah fixed line seperti benda antik yang tidak berbunyi lagi. Malahan menjadi aneh kalau sampai berbunyi.

Menjelang hari raya kita semua menerima ucapan selamat Hari Raya Idhul Fitri dengan berbagai variasinya. Informasi dengan cepat menyebar. Kita seolah tidak lagi membutuhkan media mainstream lagi. Coba tanyakan kepada anak-anak generasi milenial sekarang ini. Pernahkah mereka dengarkan radio, membaca koran atau melihat TV. Melihat TV hanya sesekali kalau ada pertandingan sepakbola atau peristiwa penting.

Tidak mengherankan kalau media maisnstream memperoleh tantangan demikian besar. Oleh sebab itu perlu mereposisi diri agar tetap eksis. Apalagi saat ini jaringan 4G sudah memasuki hampir semua daerah di Indonesia. Kecepatan download multi media demikian cepatnya. Hanya hitungan menit sudah selesai.

Jangan heran pada setiap Hari Raya Idhul Fitri, semua akan semakin asyik dengan benda ajaib yang ada dalam genggaman. Tidak lagi berkumpulnya keluarga pada saat hari raya merupakan berkumpulnya keluarga dengan segenap jiwa dan raganya. Namun nampaknya hanya bentuk raga fisiknya yang berkumpul. Tetapi jiwanya entah ke mana. Inilah hari raya dalam keheningan. Keheningan kehampaan dalam keramaian kalau kita tidak pandai menyikapinya.

Kalau dulu kita rindu akan celotehan dan cerita pengalaman di rantau masing-masing ketika bertemu di hari raya. Namun saat ini seolah semua hal sudah diketahui melalui benda ajaib yang ada di tangan. Baik yang tua maupun yang muda. Kalau semua sudah diketahuinya lantas apa pula yang harus diperbicangkan. Seolah tidak ada lagi.

Oleh sebab itu jangan heran apabila Hari Raya Idhul Fitri 2024 kemarin, semua akan sibuk dalam diam. Inilah mungkin Hari Raya di era digital. Saya tidak bisa membayangkan nanti, apalagi saat ini kita sudah biasa memakai generasi 5G. Men-download audio visual hanya hitungan detik. Tidak lagi menit.

Teknologi jaringan apalagi yang nanti akan hadir. Tentu semakin murah, cepat dan canggih. Bisa jadi di dunia realitas yang semakin ramai hanya fisik. Bentuknya  jalan macet, mall ramai, namun jiwanya masing-masing melayang meramikan dunia lain yang namanya dunia maya.

Mudah-mudahan saya dan pembaca akan konsisten menyeimbangkan dunia realitas dan dunia maya. Oleh sebab itu melalui media baru ini, tak lupa mengucapkan Selamat Hari Raya Idhul Fitri 1445 H/2024 M, Maaf Lahir Batin.  

Ditulis oleh: Suprawoto, Bupati Magetan 2018-2023

Berita Terkait

Hot this week

Tentang Kami

Dari POJOK SelosariJikalau air di Telaga Sarangan dibuat menjadi...

Pedoman Media Siber

Kemerdekaan berpendapat, kemerdekaan berekspresi, dan kemerdekaan pers adalah hak...

Pilkada Serentak

MINGGU depan ini, tanggal 27 November 2024 masyarakat yang...

Kode Etik

Kemerdekaan berpendapat, berekspresi, dan pers adalah hak asasi manusia...

Ada Gugatan ke MK, KPU Magetan Belum Lakukan Penetapan Hasil Pilkada

Magetan - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Magetan belum...

Berita Terbaru

Advertisementspot_img
- Advertisement -

Popular Categories