YANG jelas, ketika ide menghadirkan kampus universitas negeri di Magetan, muncul pula ketidaksetujuan gagasan itu direalisasikan. Bahkan anggota dewan pun banyak yang nggak setuju. Undangan yang dilayangkan waktu pertemuan awal tidak ada yang hadir. Dan MoU yang dilaksanakan tanggal 28 November 2020 di Kampus Unesa hanya dihadiri seorang wakil ketua, itu pun karena memang partai pengusung saya.
Belum tekanan dari yang selama ini memperoleh manfaat tanah yang akan dihibahkan. Juga masyarakat awam yang berpandangan sama untuk menolak. Ditambah adanya surat keberatan ke kementerian kalau keberadaan Unesa akan mematikan perguruan swasta. Bahkan saya mulai dengar, dewan tidak akan menyetujui nantinya kalau tanah itu dihibahkan kepada Unesa. Apakah saya kendur? Sama sekali tidak. Karena saya yakin, niat baik itu akan diberikan jalan kebaikan pula.
Setelah saya konsultasi ke Kemendagri, ternyata hibah tanah untuk pendidikan bagi universitas negeri tidak perlu persetujuan dewan. Langsung saja bagian hukum pemda saya perintahkan untuk segera menindaklanjuti hibah ke Unesa, agar segera direncanakan pembangunannya. Tanpa ada penyerahan hibah, tentu Unesa tidak mungkin bisa membangun.
Beruntung saya lama bekerja di Pemrov Jawa Timur, sehingga banyak kenal kalangan pendidikan tinggi di Jatim khususnya Surabaya. Karena saya juga lama mengajar, baik di Malang dan Surabaya. Dan juga lama bekerja di Jakarta, sehingga banyak kenal dengan pejabat di kementerian.
Saya kenal Cak Nur Hasan Rektor Unesa, sejak masih jadi dosen muda. Juga sama-sama pengurus KONI Jatim dan Panitia PON 2000. Juga Mas Prapto ketika itu sebagai pembantu rektor, Mas Martadi Direktur Vokasi. Juga Prof Bambang, Prof Sarmini yang asli Magetan. Dan masih banyak lagi. Ketika gagasan itu saya sampaikan, langsung gayung bersambut. Pembicaraan intensif secara informal sering kami lakukan. Sampai perjuangan ijin ke Jakarta.
Untuk mengetuk hati beliau pejabat di Unesa saya sering mengatakan,”Mari ketika kita semua ditakdirkan Tuhan untuk bisa mengambil keputusan, kita gunakan untuk kepentingan rakyat, agar kita tidak menyesal setelah tidak menjabat nantinya, karena tidak berbuat apa-apa. Negeri kita ini tidak adil. Fasilitas apapun numpuk di kota, termasuk pendidikan. Lihat daerah Mataraman tidak ada universitas negeri. Ngumpulnya di Jatim bagian Timur, Surabaya, Malang, Jember dan Banyuwangi.
Presiden, Menteri, Gubernur sudah banyak yang dipikirkan. Kita yang di bawah mari memikirkan dan ikut memecahkan salah satu problem bangsa, pemerataan akses pendidikan. Mari kita torehkan tinta emas di dalam masa pengabdian kita. Jangan justru sebaliknya, mengambil manfaat untuk kepentingan sendiri, kelompok maupun golongan.”
Semangat teman-teman Unesa untuk merealisasikan sungguh membuat saya terharu kalau mengingat kembali. Bayangkan, mau berbuat baik membantu pemerataan pendidikan justru mendapat penolakan dari sana-sini. Bahkan banyak tawaran kepada Unesa untuk membuka di daerah lain dengan sharing yang jauh lebih menjanjikan, tapi ditolaknya. Disinilah nampak kegigihan teman-teman Unesa dan tentu juga Pemda Magetan.
Tanggal 20-23 Agustus 2024 sebanyak 1050 mahasiswa baru Unesa kampus Magetan melaksanakan Orientasi mahasiswa baru. Setiap tahun akan bertambah. Salah satu gedung megah, dari master plan yang telah dibuat sudah siap digunakan. Saya yakin akan segera bertambah fasilitas-fasilitas lainnya, seperti fasilitas olahraga, laboratorium, ruang kuliah, ruang terbuka dsb. Sudah tentu,segala aktivitas di Unesa akan memiliki multiplier effect luar biasa.
Dari segi ekonomi saja, saat ini dari mahasiswa baru tersebut, sekitar 600 orang memerlukan tempat pemondokan. Saat ini telah tumbuh banyak sekali tempat pemondokan di sekitar kampus, baik di desa Sempol, Mranggen, Maospati dan Kraton. Belum semakin ramainya usaha warung makan, café, foto copi, laundry dll.
Saya sebagai anak sulung, suatu saat adik-adik saya memberi usul, bagaimana kalau tanah ibu di belakang rumah Maospati yang cukup luas, juga sawah di Maospati dekat kampus dibangun tempat pemondokan. Langsung saya jawab,”Kalau mbangun jangan sekarang ketika saya masih menjabat bupati. Tidak etis, tidak baik dipandang masyarakat. Seperti aji mumpung memanfaatkan jabatan. Biar masyarakat luas menangkap peluang itu lebih dahulu. Nanti saja mbangunnya, kalau saya sudah tidak lagi menjabat.”
Saya punya keyakinan, membantu masyarakat itu tidak harus dengan memberi uang. Tetapi lebih penting, kebijakan yang memihak rakyat. Nanti rakyat akan menangkap keberpihakan itu. Tidak ada artinya membantu uang, tapi kebijakan yang diambil malah tidak memihak rakyat. Dan itu banyak terjadi di negeri ini. Disitulah diperlukan visi seorang pemimpin. *
*Ditulis oleh: Suprawoto, Bupati Magetan (2018-2023)