KITA baru saja mengikuti dan menyaksikan pelantikan kepala negara atau presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto. Sebelumnya, kita juga menyaksikan pelantikan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Puan Maharani. Di level daerah, kita juga baru saja menyaksikan pelantikan Ketua DPRD. Dan nanti, di awal tahun 2025 kita juga akan menyaksikan pelantikan kepala daerah yang disebut bupati atau walikota.
Presiden dan Ketua DPRD sama-sama orang nomor satu di lembaganya. Sama halnya bupati dan ketua DPRD. Namun mereka memiliki sebutan yang berbeda. Presiden, gubernur, dan bupati mendapat sebutan “kepala”. Sedang orang nomor satu di DPR RI, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten disebut “Ketua”. Tentu, penamaan kepala dan ketua ini memiliki makna dan kewenangan yang berbeda. Baik secara harfiah maupun tugas pokok dan fungsinya.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kepala dimaknai sebagai organ leher ke atas. Di dalam kepala, terdapat otak yang bertugas mengatur kerja syaraf sensorik maupun motorik. Sehingga, kepala inilah yang menjadi pengendali seluruh gerak badan manusia. Sesuai dengan makna harfiahnya, makna kepala dalam sebuah lembaga juga memiliki peran dan fungsi yang sama. Mengendalikan seluruh kerja dalam lembaga atau organisasi itu sesuai mekanisme yang dibentuk dalam tubuh organisasi itu sendiri.
Sedangkan ketua, dalam KBBI dinyatakan sebagai orang yang di-tua-kan. Di tua-kan bukan karena umurnya. Akan tetapi adanya faktor-faktor tertentu sehingga di tua-kan. Misalnya karena kemampuanya, kharismanya, kelebihannya, atau dalam konteks electoral sekarang ini adalah dukungannya. Ketua tidak menunjukkan adanya hierarki kedudukan, tetapi hanya menunjukkan posisi dalam organisasinya.
Dari memahami kata kepala dan ketua, tentu kita bisa menyimpulkan adanya perbedaan makna yang mencolok dari keduanya. Terutama dalam hal hierarki, kedudukan, garis perintah atau garis komando, dan tanggung jawabnya. Lantas, apakah kepala dan ketua itu pemimpin ? Iya. Setidaknya, KBBI menjelaskan bahwa kepala dan ketua adalah pemimpin dalam sebuah organisasi atau institusi formal namun memiliki hierarki dan garis komando yang berbeda.
Meski kepala dan ketua adalah pemimpin, namun tak semua kepala dan ketua bisa menjalankan kepemimpinanya dengan baik. Rasanya, kita dan masyarakat umum, pasti punya referensi tentang kriteria pemimpin di lingkungan kita sendiri. Siapa yang mendapat predikat pemimpin berhasil dan pemimpin yang gagal. Siapa pemimpin yang mengutamakan orang yang dipimpinya, dan mana yang mementingkan diri sendiri.
Dari sekian banyak referensi tentang syarat menjadi pemimpin yang baik, saya mengutip pendapat pakar kepemimpinan Stogdill dan Lee. Dimana, seorang pemimpin itu harus memiliki kapasitas kecerdasan, pengetahuan, kemampuan komunikasi, tanggung jawab, dan partisipatif. Dengan lima kemampuan dasar ini, seorang pemimpin bisa memimpin organisasinya untuk mencapai tujuan bersama. Sedang dalam Islam, seorang pemimpin itu harus memiliki karakter siddiq atau jujur, tabligh atau memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik, amanah atau bertanggungjawab, dan fathonah atau cerdas dalam menjalankan organisasi.
Bersamaan dengan telah ditetapkannya Alat Kelengkapan DPRD Kabupaten Magetan dua hari lalu, tentu penulis berharap akan ada perbaikan kinerja di lembaga wakil rakyat itu. Baik dari aspek pengawasan, penyusunan APBD dalam rangka pembangunan di Magetan, maupun dalam hal penyusunan peraturan daerah. Tentu, harapan perbaikan kinerja itu juga berbanding lurus dengan harapan munculnya jiwa-jiwa kepemimpinan yang baik dari para ketua dan pimpinan Alat Kelengkapan DPRD yang ada.
Yakni kepemimpinan yang akomodatif dan demokratis, bukan kepemimpinan yang otoriter dan semau gue. Kepemimpinan yang jujur, bukan yang lain di bibir lain di hati. Kepemimpinan yang terbuka dan menjunjung kebersamaan, bukan kepemimpinan yang suka slintutan dan cari untung untung sendiri. Kepemimpinan yang amanah dan bertanggungjawab, bukan kepemimpinan yang plin-plan dan suka lempar batu sembunyi tangan. Karena, DPRD merupakan kumpulan orang dengan latar belakang partai, dukungan, sikap politik, dan kepentingan yang berbeda dan bisa berubah setiap saat demi tercapainya tujuan bersama. Yakni, Magetan yang maju dan masyarakat yang Sejahtera. Semoga. *
* Ditulis oleh: Didik Haryono, anggota DPRD Magetan yang telah menyelesaikan Magister Kebijakan Publik Universitas Airlangga Surabaya.