Sabtu, 9 November 2024

Miskin Akan Tetap Bodoh dan Orang Bodoh Tetap Miskin

“Orang Miskin akan Tetap Bodoh dan Orang Bodoh Tetap Miskin.” Demikian seorang ahli mengatakan. Betapa tidak, orang miskin tidak akan bisa menyekolahkan putra-putrinya sehingga putra-putrinya akan bodoh. Dan tentu karena bodoh itulah orang tetap akan menjadi miskin.

Kita bisa melihat, generasi pemegang keputusan saat ini bisa dipastikan orang tuanya dulu miskin. Karena pendidikan itulah kemudian bisa melepaskan diri dari kemiskinan dan menjadi orang yang sukses dalam karier. Baik karier di dunia birokrasi, politik maupun menjadi wirausaha.

Salah satu tokoh media, Dahlan Iskan menulis dalam bukunya “Ganti Hati” pada halaman 74-75 menyatakan: “Kenapa ada virus hepatitis B di liver saya? Karena liver saya tidak kebal ketika virus pertama kalinya datang dan masuk dalam liver saya.”

Kena apa badan saya tidak kebal? Karena badan saya tidak pernah menjalani vaksinasi hati hepatitis B saat saya masih bayi/kecil. Kenapa waktu itu tidak menjalani vaksinasi? Karena tidak tahu. Kenapa tidak tahu? Karena tidak berpendidikan. Kenapa tidak berpendidikan? Karena miskin..!!!

Itulah testimoni dan pengakuan Dahlan Iskan, menjadi saksi hidup karena kemiskinan itulah orang tuanya tidak berpendidikan. Mengapa tidak berpendidikan atau sekolah karena miskin. Salah satu cara yang paling bagus mengatasi kemiskinan secara struktural adalah dengan pendidikan.

Kita bisa mencontoh Jogjakarta. Beruntung Jogja waktu masa transisi dipimpin oleh seorang raja, dan juga seorang pemimpin visioner yaitu Sultan Hamengkubuwono IX, yang berpendidikan universitas Leiden Belanda. Universitas tertua di Belanda.

Ketika Indonesia merdeka, beberapa hari kemudian Sultan mengirim telegram, bahwa Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat merupakan bagian dari Republik Indonesia. Ketika terjadi agresi awal Januari 1946, Sultan menyarakan agar ibukota negara dipindahkan ke Jogyakarta. Semua fasilitas kraton digunakan untuk lembaga pemerintahan. Bahkan Sultan banyak membantu materi juga dalam bentuk uang kepada pimpinan republik.

Juga karena visinya, dengan beberapa orang terpelajar mendirikan Universitas Gadjah Mada tanggal 19 Desember 1949. Universitas negeri pertama yang didirikan oleh republik yang kita cintai ini. Kampus memakai pagelaran kraton dan gedung-gedung milik kraton. Demikian juga tanah-tanah kraton dihibahkan untuk pendidikan.

Katika kedaulatan diperoleh, ibukota kembali ke Jakarta, UGM awalnya akan ikut dibawa pindah ke Jakarta. Namun kegigihan Sultan dan para terpelajar Jogya lainnya tetap menginginkan UGM agar tetap berada di Jogjakarta.

Kita tidak bisa membayangkan seandainya UGM dulu jadi pindah ke Jakarta!!!! Karena UGM yang tetap di Jogjakarta, pada akhirnya berkembang. Ribuan anak bangsa berdatangan dari seluruh penjuru tanah air datang ke Jogjakarta untuk belajar. Berkembanglah Jogjakarta menjadi kota pelajar. Berbagai pendidikan tinggi berkualitas berkembang di Jogja.

Kita tidak bisa membayangkan seandainya Jogjakarta tidak dipimpin oleh pemimpin yang mempunyai visi jauh ke depan. Tentu Jogjakarta tidak akan seperti ini.

Di dunia ini ada empat tipe negara.
Pertama negara kaya rakyatnya juga kaya. Karena dipimpin oleh pimpinan yang selalu Amanah. Yang mengutamakan SDM atau pendidikan bangsanya. Lihat Amerika Serikat, Uni Soviet, Australia, China (negara besar yang unik tiga puluh tahun yang lalu mengirim ratusan ribu anak muda untuk belajar di berbagai negara maju saat ini sudah melebihi gurunya). Negara-negara adalah negara kaya karena memiliki sumber daya alam yang banyak dikelola dengan baik, negaranya kaya dan rakyatnya juga kaya.

Kedua negara miskin rakyatnya juga miskin. Karena dipimpin olej pimpinan yang kurang Amanah. Negara tidak memiliki sumber daya alam rakyatnya juga miskin. Kita bisa lihat Somalia dan juga negara miskin lainnya.

Ketiga, negara kaya tapi rakyatnya miskin. Negara memiliki sumber daya alam yang melimpah tetapi rakyatnya miskin. Kalau itu sampai terjadi berarti salah cara me-manage-nya. Begitu kata ahli manajemen.

Ketiga, negara miskin tapi rakyatnya kaya. Karena dipimpin oleh pemimpin yang Amanah dan visioner. Contoh Jepang, Korea Selatan, Singapura. Negara tidak punya sumber daya alam tapi rakyatnya kaya. Mengapa demikian, karena pimpinannya mengutamakan sumber daya manusia yaitu pendidikan. Ketiga negara tersebut universitasnya menduduki 50 terbaik ranking dunia. Bahkan National University of Singapore mnduduki sekitar sepuluh dunia bahkan No: 1 di Asia.

Sesuatu yang besar kemudian bermakna besar itu adalah sebuah kewajaran. Lihat Negara yang besar juga bermakna besar seperti Amerika Serikat, China, Uni Soviet. Sesuatu yang besar bermakna kecil itulah kebodohan. Namun sesuatu yang kecil tetapi bermakna besar itulah kecerdasan. Lihat seperti Jepang, Korea selatan, dan tetangga kita Singapura.

Yang bisa kita petik dari empat tipe negara di atas, betapa pendidikan memegang peran yang sangat besar.

Agama kita juga mengajarkan, sebagaimana sabda Rasulullah SAW: Menuntut ilmu itu hukumnya wajib, bagi muslim laki-laki dan perempuan.” *

Ditulis oleh Bupati Magetan, Dr. Drs. H. Suprawoto, S.H., M.Si.

Berita Terkait

Hot this week

Tentang Kami

Dari POJOK Selosari Jikalau air di Telaga Sarangan dibuat menjadi...

Kode Etik

Kemerdekaan berpendapat, berekspresi, dan pers adalah hak asasi manusia...

Pedoman Media Siber

Kemerdekaan berpendapat, kemerdekaan berekspresi, dan kemerdekaan pers adalah hak...

Poling Bupati dan Wakil Bupati Magetan 2024

Catatan: Ukuran poster dibuat sama besar, mengambil dari poster...

Bawaslu atau Bawas”flu”

PEKAN ini, mayoritas media menyorot Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu)...

Berita Terbaru

Kementerian ATR/BPN Topang Pembangunan Infrastruktur, Menteri Nusron: Siapkan Panitia Pengadaan Tanah

Jakarta - Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional...

Bawaslu atau Bawas”flu”

PEKAN ini, mayoritas media menyorot Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu)...

Relawan Janur Kuning Magetan Deklarasi Siap Menangkan Sujatno-Ida

Magetan - Dukungan dari relawan maupun warga masyarakat Magetan...
spot_img

Popular Categories