ADA kekhawatiran ‘tradisi’ Magetan membuat buku terhenti setelah Bupati Suprawoto tak menjabat lagi.
Saat Suprawoto menjabat, hampir setiap tahun ada buku baru dari tulisannya.
Tak cuma itu, di banyak kesempatan dia mengajak anak-anak muda untuk menulis. Di kesempatan lain, di depan perangkat daerah, dia bilang telah membuat buku, kapan giliran anda?
Menulis dan buku menjadi ‘tools’ Suprawoto untuk terus berupaya meningkatkan literasi di Magetan. Dia memancing dengan menunjukkan perpustakaan kecilnya, yang selalu dibawa setiap berpindah. Seolah, dia menyampaikan pesan buku menjadi bagian penting dalam hidup.
Katanya, lewat buku kita bisa mengetahui pandangan penulisnya, mendapatkan ilmunya, tanpa harus bertemu. Bayangkan, kalau harus bertemu. Apabila penulisnya dari Amerika, sekali terbang harganya satu sepeda motor baru.
Kekhawatiran tak ada buku Magetan lagi terhenti. Komunitas Magetan Menginspirasi memutusnya. Komunitas ini berkolaborasi dengan Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Magetan. Tiga bulan terakhir, mereka rumuskan idenya.
Pada Agustus lalu, mereka undang para penulis untuk menjadi kontributor. Editornya, Apia Dewi Agustin. Mahasiswa Magetan yang viral karena menempuh pendidikan S1 sampai S3 di UGM karena beasiswa akademik.
Bukunya, sudah jadi. Buku antologi yang dijudul, Para Penyala Cahaya dari Gunung Lawu. Diluncurkan di Hari Jadi ke-350 Magetan.
Belum bisa spill isi bukunya. Saya belum punya. Nanti kalau sudah ada, akan saya tuliskan untuk Anda. Selamat untuk buku Magetan yang baru ini. Selamat Hari Sumpah Pemuda juga! *
*Fariansyah, Penanggung Jawab dan Pemred magetankita.com, Ketua Asosiasi Perusahaan Media Magetan (APMM).





