Senin, 29 September 2025

Dari Tambang Menuju Kehancuran

PERISTIWA longsornya Tambang Galian C di Magetan baru-baru ini bukan sekadar bencana alam, melainkan sebuah tragedi kemanusiaan.

Korban jiwa yang jatuh harus menjadi renungan bersama: sudahkah arah pandangan kita tepat dalam melihat aktivitas penambangan selama ini? Apakah keuntungan yang dihasilkan benar-benar sebanding dengan kerusakan ekologis, sosial, bahkan hilangnya nyawa manusia?

Fakta di lapangan menunjukkan bahwa industri penambangan pasir dan batu (khususnya galian C) menyisakan banyak luka. Penelitian di berbagai daerah membuktikan bahwa penambangan jenis ini menyebabkan longsor, erosi, pencemaran air, penurunan baku mutu tanah, hingga hilangnya keanekaragaman hayati.

Di lereng Merapi, misalnya, aktivitas tambang telah mempercepat kerusakan tebing dan mengurangi debit air permukaan. Sementara itu, di Klaten dan Magelang, penambangan terbukti merusak resapan air tanah serta memicu konflik sosial karena menurunnya kualitas hidup masyarakat sekitar.
Kasus di Magetan menambah bukti nyata.

Longsor yang menelan korban di Desa Trosono, Parang, memperlihatkan betapa kelompok rentan —buruh tambang, petani, dan masyarakat kecil— menjadi pihak yang paling menderita. Ironisnya, justru pihak yang berkuasa dan bermodal besar yang menikmati hasil dari eksploitasi ini. Lebih menyedihkan lagi, banyak tambang di Jawa Timur beroperasi dengan izin yang bermasalah atau bahkan tanpa izin resmi, menandakan lemahnya pengawasan dan regulasi.

Kita tidak boleh lagi memandang alam semata sebagai warisan nenek moyang yang bebas kita eksploitasi dan diuangkan tanpa batas. Alam adalah titipan anak cucu kita, menjaganya berarti menjaga hak hidup generasi penerus. Jika kita terus membiarkan kerakusan segelintir pihak merusak tanah yang kita pijak, maka yang kita gadaikan bukan hanya kelestarian lingkungan, tetapi juga masa depan bangsa.

Sudah saatnya pemuda berdiri di garis depan: bersuara, kritis, dan aktif menolak industri perusakan lingkungan ini. Kita harus mendorong perubahan paradigma pembangunan—dari orientasi mengejar keuntungan sesaat menuju prinsip keadilan ekologis dan keberlanjutan antargenerasi. Jika kita tidak bergerak sekarang, maka bersiaplah menuju kehancuran. Bukan hanya sekedar kehancuran alam, tetapi juga kehancuran moral sebagai bangsa.

Karena pada akhirnya, yang kita perjuangkan bukan hanya tanah dan air, tetapi juga hak anak cucu kita untuk hidup bahagia di bumi yang utuh dan lestari. *

  • Ditulis oleh, Lucky S. Herman, Ketua MSDP Movement

1 KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terkait

Hot this week

spot_img

Berita Terbaru

spot_img

Popular Categories