Jumat, 10 Oktober 2025

Jantung Itu Bernama Sekda

SELESAI sudah tahap pendaftaran calon Sekretaris Daerah Kabupaten Magetan. Jika pada tahap pertama hanya ada tiga pendaftar, setelah melalui perpanjangan kini tercatat ada delapan pejabat yang resmi mendaftar dan dinyatakan lolos secara adminitrasi.

Mereka adalah Eko Muryanto Kepala Dinas PMD, Joko Wahono Kepala Dinas Pariwisata, Welly Kristanto Kepala Dinas Perhubungan, Suparminto Kepala Dinas Sosial, Saif Mukhlisun Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Cahaya Wijaya Kepala Diskominfo, Benny Murdianto Asisten Bidang Ekonomi, dan Ansar Rasidi staff ahli di Pemkot Madiun dan menjadi satu-satunya kandidat yang berasal dari luar Magetan. Lantas siapa yang paling berpeluang ?

Tulisan ini tidak membahas tentang siapa yang paling berpeluang jadi sekda, tetapi banyaknya pendaftar tersebut membuktikan bahwa jabatan sekda itu sangat bergengsi. Sebagai Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT), sekda memiliki banyak kewenangan, hak, dan previlege. Sebagai puncak tertinggi karir seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) di daerah, tentu menjadi sekda memberikan prestise dan menjadi catatan sejarah yang bernilai dalam kehidupan seorang pegawai. Sehingga wajar jika banyak pegawai yang menginginkan dan memimpikannya.

Sesuai Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Sekda memiliki peran strategis dalam ikut menyusun kebijakan daerah, memimpin koordinasi lintas sektor, dan membina seluruh perangkat daerah dalam menjalankan tugasnya memberi pelayanan publik. Artinya, sekda bukan sekedar pejabat biasa. Karena bukan pejabat biasa, maka tidak boleh “diperlakukan” secara biasa. Mulai dari proses rekrutmennya, kualifikasinya, dan yang terpilih pun harusnya bukan orang biasa pula.

Ibarat tubuh manusia, sekda adalah jantung atau cardio. Jantung memiliki peran vital bagi kelangsungan hidup manusia. Jantung bertugas memompa darah yang kaya oksigen dan nutrisi ke seluruh tubuh. Jantung juga bertugas mengalirkan darah yang kurang oksigen dan mengandung racun bernama karbondioksida ke paru-paru untuk dibuang. Dan jantung bekerja 24 jam sehari untuk menjaga keberlangsung hidup itu. Bahkan, saking pentingnya peran jantung, jika ada orang yang meninggal mendadak, maka kita semua dengan mudah menyimpulkannya karena sakit jantung.

Dalam menjalankan tugasnya, jantung tidak bekerja sendiri. Jantung membagi tugasnya ke dalam bilik-bilik atau katup-katup. Seperti katup mitral, aorta, trikuspid, dan pulmonalis. Tiap bilik dan katup memiliki tugas dan peran masing-masing. Misalnya mitral untuk mengatur oksigen darah. Pulmonal untuk mengalirkan darah ke paru-paru dan seterusnya. Intinya, jantung telah memiliki pembagian tugas dan wewenang secara teratur dan menyerasikannya dalam rangka menjaga keberlangsungan tubuh kita. Jika ada yang tidak beres dari salah satu bilik atau katup itu, maka tubuh akan sakit. Dan jika sakit itu dibiarkan, bisa menjadikan organ tubuh lainnya menjadi sakit. Dan bahkan berujung pada kematian.

Begitupula dengan jabatan sekda, ia memiliki peran dan fungsi yang sangat penting dalam keberlangsungan pemerintah daerah. Sekda dituntut memahami semua persoalan dalam pemerintahan. Baik dari aspek kebijakan, pelayanan, kepegawaian, dan sumber daya. Sekda juga harus mampu memahami tentang perencanaan yang matang, pelaksanaan yang efektif dan efisien, serta melakukan evaluasi yang obyektif dan berkelanjutan. Semua persoalan yang berupa kelebihan dan kekurangan dalam pemerintahan daerah harus dipahami sekda sebelum akhirnya dijadikan kebijakan oleh kepala daerah.

Sama halnya dengan jantung, dalam menjalankan tugasnya sekda memiliki perangkat daerah yang cukup banyak. Mulai dari asisten, kepala dinas, kepala bagian, kepala seksi dan aparatur sipil negara yang ada di lingkup pemerintah daerah. Semua perangkat daerah ini berada dalam satu kendali kooordinasi sekretris daerah dalam upaya menciptakan pemerintahan yang sehat dan memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat. Jika ada kegagalan dalam pengelolaan aparatur itu, maka akan berdampak pada sistem birokrasi pemerintah daerah lainnya. Yang pada ujungnya, baik-buruk pemerintah daerah akan ditentukan oleh kinerja aparatur yang dikoordinasikan oleh sekda.

Melihat vitalnya peran sekda tersebut, maka sudah seharusnya seleksi pengisian sekda di Pemkab Magetan tidak dilakukan dengan cara biasa. Panitia seleksi (pansel) yang dibentuk, bukan pansel bentukan seperti biasanya. Dimana orang-orangnya telah disiapkan dan yang mau menuruti kehendak pemesan. Adanya unsur dari birokrasi provinsi, akademisi, dan tokoh masyarakat hanya dijadikan kamuflase agar pansel terkesan berisi orang-orang yang kredibel.

Tahapan seleksi jangan dijadikan sekedar formalitas seperti biasa. Dimana, kelengkapan administrasi hanya dituntut sekedar ada. Daftar riwayat hidup dan pengalaman hanya dilihat dari panjangnya daftar posisi yang pernah ditempati. Tidak dicari rekam jejak prestasi apa saja yang sudah ditorehkan dalam posisi itu. Penyusunan makalah yang menjadi salah satu tahapan wajib bagi calon kandidat, juga harus dilihat secara serius. Karena makalah bukan tulisan biasa. Bukan fiksi, cerpen, atau diary. Makalah merupakan dokumen tertulis yang dibuat berdasar metode yang obyektif, runtut, obyektif, dan rasional. Membaca makalah, sama saja membaca tentang visi penulisnya.

Tahap terakhir dari proses seleksi sekda adalah wawancara. Pansel, harusnya menjadikan wawancara sebagai ruang untuk mengeksplore tentang riwayat hidup kandidat, pengalaman, visi kandidat yang ditulis dalam makalah, juga mengulik tentang integritas pribadi kandidat. Tidak sekedar obrolan basa-basi, perkenalan, berbagi kenangan, atau sekedar omon-omon biasa.

Ujung dari proses seleksi sekda adalah keputusan bupati. Dari delapan calon sekda yang mendaftar, pansel akan menyaring menjadi tiga calon yang diserahkan kepada bupati. Dari tiga tersebut, bupati akan memilih seorang sekda terpilih. Dalam mengambil putusan akhir tersebut, tentu kita semua berharap bupati juga tidak mengambil keputusan dengan cara biasa. Yakni memilih sekda hanya karena pertimbangan politis dan pragmatis.

Pertimbangan politis didasarkan atas dukungan saat pilkada lalu. Pertimbangan pragmatis didasarkan dari seberapa besar mahar, binat, bisyaroh yang disiapkan calon sekda itu. Satu lagi yang juga penting, jangan di biasakan pula politisi yang berada di DPRD, ketua partai, pendukung, dan LSM ikut cawe-cawe dalam pengisian sekda.

Dengan cara-cara tak biasa itu, semoga nanti terpilih sekda Pemkab Magetan yang luar biasa. Sekda yang menjadi perekat bagi keharmonisan bupati dan wakil bupati. Sekda yang jadi pengayom dan teladan seluruh pegawai. Juga sekda yang menjadi katalisator terciptanya Magetan yang maju dan sejahtera. Aamiin.*

*Ditulis Didik Haryono. Penulis adalah sekretaris Komisi A sekaligus Sekretaris Fraksi Golkar DPRD Magetan sekaligus alumni Magister Kebijakan Publik Universitas Airlangga Surabaya.

1 KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terkait

Hot this week

spot_img

Berita Terbaru

spot_img

Popular Categories