SEBAGAI Penjabat (PJ) bupati yang baru, orang nomor satu di pemkab Magetan itu bersafari keliling Magetan saat malam hari. Beberapa hari keliling Magetan, ia menyimpulkan bahwa Magetan saat malam gelap gulita. Khususnya di jalan yang menjadi kewenangan pemkab. Oleh sebab itu, Pak PJ dalam sebuah rapat tim eksekutif, meminta agar dianggarkan progam Penerangan Jalan Umum. Tak tanggung-tanggung, untuk menjadikan jalanan Magetan terang benderang, dibutuhkan 1500 unit PJU. Jika harga satu unit PJU sekitar Rp 13 juta, maka dibutuhkan anggaran sekitar Rp 19 Milyar.
Atas permintaan Pak PJ itu, tim anggaran eksekutif mengaku bingung dan pusing. Alasannya, Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) APBD Perubahan 2024 sudah selesai dibahas Bersama DPRD. Bahkan, tinggal pengesahan saja. Selain itu, dari aspek teknis anggaran, jadwal pengisian usulan progam pada Sistem Informasi Pemerintah Daerah (SIPD) di progam Kepmendagri sudah selesai. Kalau dipaksakan, pasti menyalahi aturan.
Karena “dipaksa” dengan alasan sebagai legacy atau tinggalan Pak PJ, tim eksekutif akahirnya melakukan kajian dan otak-atik anggaran. Dari proses otak-atik itu, ketemu anggaran sekitar Rp 9 Milyar yang bisa dialokasikan untuk progam PJU. Itupun dengan memangkas, mengurangi, dan menghapus beberapa item anggaran yang sudah disepakati dalam pembahasan KUA dan PPAS. Anggaran Rp 9 Milyar tersebut rencananya digunakan untuk progam PJU sebanyak 600 unit beserta suku cadangnya.
Selain persoalan bongkar pangkas anggaran, tim eksekutif juga mengaku kesulitan merealisasikan progam Pak PJ itu. Alasannya, dari aspek waktu, pengadaan barang dan jasa pada progam tersebut membutuhkan waktu bisa dua bulan. Mulai perencanaan, proses lelang, dan penetapan. Belum lagi jika ada rekanan yang menyanggah. Belum lagi proses pemasangan 600 unit tersebut diperkirakan membutuhkan waktu yang cukup lama. Sehingga, dari aspek teknis pelaksanaan progam PJU juga sulit terealisasi.
Uraian di atas merupakan latar belakang munculnya progam “titipan” PJU senilai Rp 9 Milyar yang terungkap saat rapat Bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah bersama ketua fraksi di DPRD akhir pekan lalu. Progam titipan itu menjadi perhatian serius kalangan DPRD dan Masyarakat. Sebab terkesan dipaksakan, mendadak, dan berbau motif-motif tertentu. Akibatnya, pembahasan APBD Perubahan 2024 mengalami kebuntuan.
Lantas apakah usulan Pak PJ itu salah ? Menurut saya tidak. Baik dari aspek tahapan penyusunan APBD maupun substansinya. Dari aspek tahapan, ketika KUA dan PPAS belum ditandatangani bersama Bupati dan DPRD, maka masih dalam tahap pembahasan. Karena masih dalam tahap pembahasan, maka sah-sah saja ada usulan baru. Hanya saja, yang dilakukan Pak PJ ini tidak etis dan bertentangan aturan.
Tidak etis, karena sesungguhnya KUA dan PPAS sudah dibahas bersama antara Tim anggaran eksekutif dengan DPRD. Pembahasan itu dilakukan secara terencana, serius, dalam forum resmi, dan menghasilkan kesepakatan bersama. Rasanya naif, jika pembahasan yang memakan waktu berbulan-bulan itu dibatalkan dan dibongkar ulang hanya karena usulan PJU pak PJ.
Mungkin benar, jalan di Magetan masih banyak yang gelap. Tapi kenapa pak PJ hanya melihat jalan gelap ? Kenapa tidak bertanya berapa ribu rumah tidak layak huni di Magetan ? Atau kenapa angka kemiskinan dua tahun ini tidak turun ? Atau angka stunting yang masih tinggi ? Atau yang jalan rusak, sawah kekeringan, dan rumah tangga yang kesulitan air bersih ? Bukankah menyelesaikan persoalan itu juga sebuah legacy ?
Selain tidak etis, ngotot-nya Pak PJ mengusulkan proyek PJU juga bertentangan dengan Permendagri Nomor 4 Tahun 2023 tentang Penjabat Gubernur dan Bupati khususnya Pasal 15 ayat 2 yang menyatakan bahwa PJ Bupati dilarang membuat kebijakan yang bertentangan dengan kebijakan pejabat sebelumnya. Definisi “bertentangan” ini bisa dilihat dengan keinginan Pak PJ melakukan bongkar pasang KUA dan PPAS APBD Perubahan. Nilai usulan progam yang fantastis tersebut, tentu sangat mempengaruhi progam-progam yang sebelumnya sudah selesai dibahas oleh tim eksekutif dan DPRD.
Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, jika APBD Perubahan belum disahkan paling lambat 30 September tahun berjalan, maka pemda setempat menggunakan APBD tahun berjalan yang disahkan sebelum awal tahun. Artinya, akan ada kegiatan-kegiatan pemerintahan yang tersendat. Juga progam-progam pemerintah yang harusnya dinikmati masyarakat menjadi tidak terealisasi.
Dalam kondisi kebuntuan seperti ini, tentu dibutuhkan kebesaran jiwa pengambil kebijakan di Magetan. Yakni PJ Bupati dan DPRD. Hilangkan ego pribadi, politik, dan kepentingan. Saatnya berfokus menjalankan tugas dan memenuhi sumpah masing-masing. Yakni menjalankan pemerintahan sebaik-baiknya dan demi sebaik-baiknya kesejahteraan rakyat. Karena selain disaksikan publik dan masyarakat Magetan, kerja-kerja PJ Bupati dan DPRD juga akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT. Wallahu alam bisshowab.*
*Ditulis oleh: Didik Haryono, Anggota DPRD Magetan lulusan Magister Kebijakan Publik Unair Surabaya.