Selasa, 18 Maret 2025

Catatan Kecil dari Debat Calon Pemimpin Magetan

DEBAT pertama calon pemimpin Magetan kali ini bisa dibilang cukup menarik, ditandai dengan munculnya reaksi reaksi beragam dari mulai proses sampai acara debat itu sendiri. Separuh dari tujuan debat ini tercapai karena diharapkan dengan debat maka masyarakat akan mengerti tujuan dan pikiran dari masing masing calon pemimpin tentu saja dengan membicarakan dan mendebatnya bisa di dalam warung kopi, majelis-majelis pertemuan bahkan dikupas dan dibicarakan di grup-grup WA tertentu.

Saya pribadi menilai pertanyaan-pertanyan yang diajukan dalam debat kemarin cukup mewakili sub tema “Mewujudkan Magetan yang Berbudaya dan Berdaya saing global”. Walaupun, ada yang memaknai kata “berbudaya” ini dengan cakupan sempit yang akhirnya memicu koreksi dari paslon tertentu.

Mari kita lihat arti dari kata Budaya yang berasal dari bahasa sanksekerta “buddayah” Bentuk jamak dari kata “budhi” yang menurut KBBI: akal budi, adat istiadat dan sesuatu yg sudah menjadi kebiasaan serta sukar diubah. Sedangkan Berbudaya sendiri sinonimnya adalah “akal budi, intelektual”

Cara hidup masyarakat di suatu daerah yang diturunkan secara turun menurun dari generasi ke generasi adalah salah satu unsur budaya. Identitas diri suatu kelompok, golongan atau masyarakat adalah unsur rumit dari budaya itu sendiri. Jadi apabila kita berbicara tentang budaya yang berbudaya, maka kita tidak hanya berbicara tentang seni dan musik tetapi juga berbicara tentang pendidikan, ekonomi, tingkat literasi, pangan, kesehatan dan bicara tentang bagaimana proses manusia bisa menuju keadaan yang disebut berbudaya.

Cakupan luas ini harusnya menjadi pertimbangan dan bahan pemikiran tim ahli dan tim sukses masing-masing paslon sehingga mereka akan mampu menguasai materi debat dengan baik.

Ada catatan kecil menarik didebat kemarin bahwa “budaya saling menjatuhkan” dan “lempar tangan” menjadi gimmick menarik yang tentu saja harus disikapi bijaksana oleh seluruh masyarakat magetan khususnya, karena Pemimpin tetaplah manusia yang memiliki emosi, hanya mungkin yang harus dibedakan adalah: saat memantaskan diri menjadi seorang pemimpin seharusnya juga mampu memantaskan emosi sebagai seorang pemimpin karena di situlah alasan tidak semua individu bisa menjadi seorang pemimpin.

Sedikit kurangnya waktu pemaparan visi dan misi paslon mungkin KPU mengambil pertimbangan agar masing masing paslon merangkai tujuannya memimpin dalam bahasa yang singkat, padat dan jelas sehingga mudah dipahami oleh masyarakar luas yang heterogen dengan kemampuan intelektual yang berbeda beda juga.

Ini penting karena penggunaan kata-kata yg tidak jarang susah dimengerti oleh masyarakat hanya akan memunculkan opini ” Ahhh…. Teori dan sama saja “. Kembali… Narasi penting untuk memberikan penjelasan.

Perlu diketahui juga bahwa 1 menit adalah waktu yang mudah untuk otak memproses informasi yang disampaikan, hal ini juga nenjelaskan kenapa banyak platforn digital yang menggunakan 60 detik pada batasan-batasan plaformnya.

Satu catatan kecil tanda sayang dari saya adalah menjadi seorang pemimpin harus paham “dapurnya” jadi apabila masyarakat menginginkan masakan apapun saat itu pemimpin mampu memberikannya tanpa harus dibatasi: hari ini hanya ini menunya, karena sekali lagi seluruh calon pemimpin yang sedang berkampaye saat ini nantinya memimpin seluruh warna, golongan, komunitas dan keinginan yang heterogen.

Overall… Menurut saya debat pertama calon pemimpin magetan kali ini menarik dan harapannya pada debat kedua dan ketiga nantinya para calon pemimpin ini mampu menyajikan sesuatu yang bisa dipelajari dan ditiru oleh masyarakat dengan lebih baik.

Selamat berpesta, selamat berkontestasi dan semoga magetan menemukan pemimpin yang benar benar mewakili keinginan masyarakat magetan akan pemimpin yang amanah, cerdas, lugas dan tentu saja berbudaya. *

* Ditulis oleh : Widia, Aktivis pemberdayaan masyarakat, Founder Rumah Belajar “KITA”

Berita Terkait

Hot this week

spot_img

Berita Terbaru

Advertisementspot_img
- Advertisement -

Popular Categories