WACANA ini muncul dari pidato bapak Presiden Prabowo di acara HUT partai berlambang Beringin.
Mahalnya biaya dan carut marutnya sistem pemilukada memunculkan wacana pemilihan langsung bupati, walikota ataupun gubernur oleh DPRD.
Saya setuju dengan pernyataan bapak presiden mengenai Sistem yang harus diperbaiki tetapi untuk kemudian pemilihan kepala daerah dipilih oleh DPRD? Tunggu dulu.
Saya ingat apa yang dikatakan oleh Founding father kita Bapak Mohamad Hatta bahwa “Demokrasi bisa membunuh demokrasi, kedaulatan bisa membunuh kedaulatan itu sendiri.”
Apa kaitannya dengan hal ini? Coba perhatikan dan pelajari anggota DPRD memang dipilih oleh rakyat melalui pemilu yang langsung umum bebas dan rahasia tetapi berapa banyak produk hukum yang kemudian justru mengambil hak-hak rakyat, berapa banyak korupsi yang terjadi melalui kolusi di Lembaga-lembaga yang dipilih dan mewakili rakyat? Mari kita coba pikirkan.
“Nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali.” Tidak ada satu kesalahan, tidak ada satu yang dilarang itu sampai ada undang undang yang melarang terlebih dahulu (Prof Dr. H mahfud MD S.H, S.U, M.I.P ).
Pertanyaannya siapakah pembuat undang undang ini? Kedua: saya ingat dengan alasan kenapa Filsuf besar Socrates begitu membenci demokrasi tidak lain dan tidak bukan karena seringkali demokrasi hanya terwakili oleh orang orang yang pandai bicara, minim ilmu dan pengalaman yang kemudian lahir dari kekuatan uang.
Tidak hanya berhenti di situ saja, memang demokrasi bukan satu satunya dewa terbaik dalam sistem pemerintahan tetapi demokrasi adalah pilihan terbaik dari yang terburuk krn seperti yang disampaikan oleh Gusdur bahwa dalam demokrasi kedaulatan hukum dan persamaan semua rakyat dimata hukum harus sama, tidak tumpul keatas tapi tajam ke bawah, apakah ini sudah diberlakukan di Indonesia?
Memberikan tanggung jawab untuk memilih seorang pemimpin tidaklah semudah menunjuk orang untuk sekedar membersihkan sampah di pekarangan. Memberikan wewenang untuk memilih pemimpin daerah sama halnya dengan menyerahkan nasib ribuan bahkan mungkin jutaan nasib rakyat selama 5 tahun kedepan ke tangan orang yang mungkin mereka saja tidak mengerti apa arti kata memimpin itu sendiri.
Seorang leader harus mempunyai jiwa leadership yang dimulai dari mereka sendiri. Anggota DPRD ini harus mampu terlebih dahulu menjalankan fungsinya secara maksimal sebelum kemudian memilih seorang pemimpin daerah baik itu melalui kepartaian maupun kelembagaan. Jangan sampai seperti sejarah Napoleon dengan Poliestatnya yang kemudian menghasilkan revolusi perancis di 1789.
Apa yang disampaikan oleh Bapak Presiden Prabowo ini mungkin saja bukan hanya wacana tetapi sentilan sentilan intelektual untuk menyampaikan bahwa: kualitas anggota DPRD, baik kualitas SDM, kualitas pemilihan dan kualitas intelektual harus ditingkatkan seiring dng tanggung jawab yang “mungkin” akan bertambah.
Kedua: sentilan halus agar seluruh rakyat Indonesia mau tidak mau harus melek politik untuk itu berpartai adalah salah satu jalan mengerti dan mempelajari seluk beluk dunia politik dan yang ketiga: tentu saja sentilan halus untuk seluruh partai di Indonesia bahwa menempatkan orang orang yang nantinya akan dipercaya oleh rakyat harus memperhatikan intelektual, moral, kualitas kerja dan prestasi bukan hanya pada kekuatan finansial.
Mari belajar dari sejarah, mari berdiskusi di ruang ruang intelektual untuk Indonesia. Karena sejatinya demokrasi yang sesungguhnya memberikan ruang debat terbuka bagi intelegensia manusia.
Kembali seperti kata Gusdur: hanya ada 2 masalah di dunia, masalah yang bisa diselesaikan sehingga tidak perlu dipikirkan krn pasti bisa diselesaikan dan masalah yang tidak bisa diselesaikan jadi tidak perlu dipikirkan krn pasti tidak terselesaikan.
Salam santun Indonesia*
*Ditulis oleh: Widia Astuti, Founder Rumah Belajar KITA, Bukan Politikus Tua